ARTICLE AD BOX
loading...
Australia sangat takut dengan rumor Putin mau menggunakan pangkalan militer di Papua. Foto/X/@vladimirputiniu
JAKARTA - Pejabat Australia bekerja keras untuk mencegah Rusia diberi izin untuk menempatkan beberapa pesawat jarak jauh di Indonesia, hanya 1.400 kilometer dari daratan Australia.
Upaya berani Moskow untuk mengamankan injakan militer permanen di Indo-Pasifik mendorong keamanan nasional ke pusat kampanye pemilihan federal, menggemakan keputusan Kepulauan Solomon untuk membikin pakta keamanan nan luas dengan Tiongkok selama kampanye 2022.
Moskow dan Jakarta telah dengan sigap mempererat hubungan militer mereka sejak Presiden Indonesia Prabowo Subianto berkuasa Oktober lalu, nan menimbulkan kekhawatiran di Canberra.
Menteri Pertahanan Richard Marles mengatakan pemerintah telah berbincang dengan Indonesia "di tingkat senior" tentang masalah tersebut.
4 Alasan Australia Sangat Takut dengan Isu Putin Ingin Gunakan Pangkalan Militer di Papua
1. Rusia Dikabarkan Akan Tempatkan Pesawat Jarak Jauh di Papua
Moskow telah mengusulkan permintaan resmi agar pesawat Angkatan Udara Rusia ditempatkan di sebuah akomodasi di provinsi paling timur Indonesia, situs web militer terkemuka Janes pertama kali melaporkan pada hari Selasa.
Permintaan Rusia tersebut dilaporkan berupaya untuk menempatkan beberapa pesawat jarak jauh di Pangkalan Angkatan Udara Manuhua di Biak Numfor di provinsi Papua, nan berbatasan dengan Papua Nugini.
Pangkalan tersebut, nan menjadi rumah bagi Skuadron Penerbangan 27 Angkatan Udara Indonesia, berjarak sekitar 1.380 kilometer dari Darwin.
2. Australia Tidak Ingin Rusia Memiliki Pengaruh Besar
Perdana Menteri Anthony Albanese mengatakan pemerintah "mencari penjelasan lebih lanjut" dari Jakarta tentang permintaan tersebut, seraya menambahkan bahwa dia percaya hubungan Indonesia-Australia "tidak pernah lebih baik dari saat ini".
"Kami jelas tidak mau memandang pengaruh Rusia di wilayah kami," kata Albanese, dilansir Sydney Morning Herald.
3. Membuat Ketidakstabilan Keamanan bagi Australia
Pemimpin Oposisi Peter Dutton menggambarkan buletin tersebut sebagai perkembangan nan "sangat meresahkan" dan "sangat tidak stabil" bagi wilayah tersebut.
Menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai "diktator pembunuh" nan telah menginvasi Ukraina secara ilegal, Dutton mengatakan bahwa "kami sama sekali tidak menyambut kehadirannya di lingkungan kami".
Dutton mengatakan bakal menjadi "kegagalan besar" diplomasi jika Albanese dan Menteri Luar Negeri Penny Wong tidak mengetahui permintaan Moskow sebelum laporan muncul di media.