Doli Golkar Desak Perbaikan Sistem Politik, Terpikir Opsi Amandemen Uud

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Anggota Komisi II DPR RI nan juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, menjelaskan urgensi perubahan perbaikan sistem politik Indonesia. Doli menyebut obrolan mengenai perbaikan politik Indonesia sudah kudu memikirkan opsi amandemen UUD 1945.

"Saya kira dari apa nan tadi disampaikan, konklusi pertama jika kita kaitkan dengan tema, memang sangat urgent ya. Urgensi perbaikan sistem politik Indonesia. Banyak sekali rupanya masalahnya," kata Doli Kurnia dalam obrolan berjudul 'Urgensi Perbaikan Sistem Politik di Indonesia' di Sekretariat PCB, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2025).

Doli mengutip pernyataan Dosen Pascasarjana Universitas Nasional, Alfan Alfian, nan menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menjadi sebuah kekuatan politik. Dia mengatakan perubahan sistem politik tanpa kajian akademis hanya bakal menjadi semrawut.

"Alasan urgent itu adalah rupanya memang banyak juga keputusan-keputusan obrolan politik terutama MK nan kata Pak Alfan tadi sudah menjadi sebuah kekuatan politik, masuk menjadi sebuah kekuatan politik nan mengubah, bukan hanya konstelasi, tapi mengubah sistemnya sendiri gitu. Sistemnya sendiri nan tambal sulam, dalam tanda kutip. Jadi kita mungkin sudah kehilangan alur," ujarnya.

Dia mengatakan perubahan semestinya tak hanya berfokus pada undang-undang tapi juga amandemen UUD 1945. Dia mengatakan pemaknaan kerakyatan saat ini stagnan pada prosedural bukan substansial.

"Saya kira ini juga nan menjadi keterdesakan, urgensi kenapa kudu segera ada perbaikan alias penyempurnaan sistem politik kita. Dan jika tadi kita lihat dari nan disampaikan mungkin kita kudu berani, kudu berani melakukan perubahan alias penyempurnaan bukan hanya pada level undang-undang tapi juga sudah mulai berifikir tentang amandemen UUD 1945," kata Doli.

"Saya termasuk orang nan menurut pandangan saya penting, bahwa kita sudah kudu mulai berfikir tentang perubahan-perubahan nan mendasar termasuk amandemen UUD 1945, lantaran apa? Karena kita sudah masuk tahun ke-26 reformasi. Dan nan kedua seperti nan di awal saya katakan tadi, kita sebetulnya stucknan terhadap memaknai kerakyatan hanya sekadar prosedural saja, belum maju kepada memaknai kerakyatan secara substansial ya," imbuhnya.

Dia juga menyoroti putusan MK soal wilayah nan kudu melakukan pemungutan bunyi ulang (PSU). Dia mempertanyakan apakah KPU juga bisa didefinisikan sebagai kekuatan politik baru.

"KPU juga bisa didefinisikan sebagai kekuatan politik baru jangan-jangan. Apalagi kemarin kita juga sama-sama tahu dengan hasil Mahkamah Konstitusi 15 nan PSU. Saya kira ini dalam sejarah Indonesia paling banyak ini nan diulangi lagi total 15 kemudian ada 10 nan parsial," ucapnya.

Doli mengatakan keputusan Mahkamah Konstitusi soal PSU itu juga menjadi argumen urgensi perubahan perbaikan sistem politik. Dia berambisi forum Politics & Colleagues Breakfast (PBC) dapat melahirkan buahpikiran dan pendapat mengenai rumor terkini dari beragam pandangan baik akademisi maupun praktisi.

"Dalam UU nan sekarang saya juga memandang putusan Mahkamah Konstitusi walaupun betul sebetulnya juga melampau kewenangannya juga, lantaran MK sebetulnya adalah lembaga nan mengadili PHPU. Tapi lantaran banyak kontestan politik Pilkada kemarin nan mengusulkan permohonan sampai diskualifikasi, ya akhirnya mendorong mungkin, mungkin ya mendorong MK akhirnya ada sekian 15 nan diulang," kata Doli.

"Itu adalah salah satu juga nan membikin kita nan menambah argumen bahwa urgency perbaikan sistem politik kita menjadi urgent, bener-bener urgent," imbuhnya.

(mib/gbr)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu