Golkar Sebut Korupsi Pertamina Dengan Kepemimpinan Bahlil Tidak Sinkron

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Kasus dugaan korupsi di lingkungan Pertamina nan saat ini tengah diusut oleh Kejaksaan Agung menjadi perhatian publik. Korupsi nan terjadi pada 2018-2023 itu disinyalir merugikan finansial negara mencapai Rp 1 kuadriliun. Kejagung pun telah menetapkan sembilan tersangka dalam dugaan korupsi tersebut.

Namun dalam perkembangannya, sejumlah pihak justru menyeret nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam pusaran mega korupsi tersebut. Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar, Nurul Arifin pun angkat bicara ihwal kasus korupsi nan menyeret nama ketum nya tersebut. Nurul mengatakan bahwa tuduhan tersebut salah alamat.

"Narasi nan menyebut Pak Bahlil terlibat dalam kasus korupsi di Pertamina merupakan sebuah fitnah. Pak Bahlil saja baru menjabat sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024. Sementara skandal korupsi itu terjadi pada 2018-2023," ujar Nurul dalam keterangannya, Senin (3/3/2025).

Atas dasar itu, kata Nurul, Menteri Bahlil tidak mempunyai keterlibatan dalam setiap keputusan nan dibuat dalam periode tersebut. Nurul apalagi menjelaskan bahwa Menteri Bahlil telah menitahkan produksi minyak mentah dalam negeri kudu diolah melalui akomodasi pengolahan minyak alias kilang dalam negeri sehingga Kementerian ESDM sudah tidak mengizinkan lagi produksi minyak diekspor ke luar negeri.

"Justru Kementerian ESDM di bawah kepemimpinan Pak Bahlil tengah berbenah saat ini soal tata kelola minyak mentah melalui izin impor BBM nan bakal dipersingkat menjadi enam bulan dari nan sebelumnya satu tahun. Tujuannya agar pertimbangan bisa mudah dilakukan setiap tiga bulan," ungkapnya.

Selain itu, Nurul pun berambisi agar publik lebih pandai dan kritis dalam menilai kasus ini sehingga tidak ada salah persepsi dalam mengawal kasus korupsi nan merugikan rakyat tersebut.

"Ini menjadi pelajaran kita berbareng bahwa pihak mengenai kudu bertanggung jawab atas dugaan kasus korupsi ini. Ini saatnya bagi kita semua untuk berbenah terutama di lingkungan Pertamina agar bisa jauh lebih baik ke depan mengenai pelayanan publik," tuturnya.

Sementara itu, pengamat komunikasi dari London School of Public Relations (LSPR) Ari Junaedi menilai tidak tepat jika Menteri Bahlil menjadi objek sasaran kemarahan masyarakat terutama warganet di media sosial soal kasus korupsi di Pertamina tersebut. Ari menjelaskan, secara kronologi kasus korupsi di Pertamina tidak berbarengan dengan masa kedudukan Bahlil sebagai Menteri ESDM.

"Tuduhan alias opini publik terhadap Menteri Bahlil dalam skandal korupsi di Pertamina ini menurut saya salah alamat. Buktinya apa? kita lihat saja periode kedudukan Bahlil sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024. Sementara korupsi terjadi pada 2018-2023," kata Ari.

Ari nan juga Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama ini menilai ada muatan politis dalam narasi keterlibatan Menteri Bahlil dalam dugaan korupsi tersebut mengingat Bahlil sebagai Menteri ESDM juga sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

"Isu reshuffle, rumor korupsi di Pertamina, ini kental sekali dengan muatan politik di belakangnya nan mau menggoyang kepemimpinan Pak Bahlil sebagai pucuk ketua Golkar. Publik kudu lebih pintar-pintar lagi dalam menyaring info lantaran sekali lagi saya ingatkan, tidak ada musim politik. Politik itu bergerak dan bisa menghalalkan segala langkah untuk meraih kekuasaan," tegas Ari.

(akn/ega)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu