ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak. Dua orang itu ditahan setelah diperiksa sebagai tersangka.
Direktur Penyidikan Jampidsus (Dirdik) Kejagung, Abdul Qohar, menyebut dua tersangka baru itu merupakan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga berinisial MK dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga berinisial EC.
"Terhadap dua orang tersebut ditetapkan menjadi tersangka. Jadi pada malam hari ini interogator telah menetapkan dua orang tersangka," kata Qohar dalam konvensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2025).
Usai ditetapkan sebagai tersangka, keduanya langsung ditahan selama 20 hari ke depan. Keduanya ditahan di rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Qohar menyebut MK dan EC diduga terlibat dalam permufakatan jahat berbareng dengan tujuh tersangka nan sebelumnya telah ditahan Kejagung.
"Kedua tersangka tersebut diduga melakukan tindak pidana bersama-sama dengan tujuh tersangka nan kemarin telah kami sampaikan," ujarnya.
Dia juga menjelaskan peran dua tersangka baru itu. Dia mengatakan MK dan EC atas persetujuan pemimpin mereka melakukan pembelian BBM RON 90 alias lebih rendah dengan nilai BBM RON 92. Hal itu diduga menyebabkan pembayaran lebih tinggi.
"Kemudian tersangka MK memerintahkan dan alias memberikan persetujuan kepada EJ untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ alias nan dijual dengan nilai RON 92," ujarnya.
Qohar juga menyebut dua tersangka mengetahui dan menyetujui mark up perjanjian pengiriman. Akibatnya, perusahaan mengeluarkan fee 13% hingga 15% dengan melawan hukum, di mana duit itu mengalir ke tersangka MKAR nan telah ditahan sebelumnya.
"Akibat perbuatan tersangka MK dan tersangka EC bersama-sama dengan tersangka RS, tersangka SDS tersangka JF, tersangka AP, tersangka MKAR, tersangka DW, tersangka GRJ mengakibatkan kerugian finansial negara sebesar Rp 193,7 triliun," ujarnya.
Sebelumnya, ada tujuh orang nan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara itu. Empat di antaranya merupakan petinggi di subholding PT Pertamina, sementara tiga lainnya dari pihak swasta.
Mereka yakni:
1. RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga;
2. SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional;
3. YF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping;
4. AP, selaku selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International;
5. MKAR selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa;
6. DW, selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT. Jenggala Maritim;
7. GRJ, selaku Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak.
Duduk Perkara
Perkara ini terjadi pada 2018-2023. Kala itu, pemerintah mencanangkan agar pemenuhan minyak mentah wajib berasal dari dalam negeri.
Pertamina diwajibkan mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor. Hal itu telah diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
Namun, Kejaung menduga ada pengondisian untuk menurunkan produksi kilang sehingga hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap.
"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan langkah impor," ungkap Dirdik Kejagung Abdul Qohar, Senin (24/2).
Simak selengkapnya di laman selanjutnya.
Pada saat nan sama, produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS juga dengan sengaja ditolak. Alasannya, produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harganya tetap sesuai nilai perkiraan sendiri (HPS).
Kejagung menduga produksi minyak mentah dari KKKS juga dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi. Namun, minyak nan diproduksi tetap dapat diolah sesuai dengan spesifikasi.
"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua argumen tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor," jelas Qohar.
Dua anak perusahaan Pertamina kemudian mengimpor minyak mentah dan produk kilang. Perbedaan nilai pembelian minyak bumi impor sangat signifikan dibanding dari dalam negeri.
Dalam aktivitas ekspor minyak juga diduga telah terjadi kongkalikong pengaturan nilai dan menyebabkan kerugian negara.
"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan langkah pengondisian pemenangan demut alias agen nan telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan nilai tinggi melalui spot nan tidak memenuhi persyaratan," ucap Qohar.
Salah satu contoh pembelian tersebut, ialah seakan-akan membeli minyak RON 92 (Pertamax), tetapi sebenarnya nan dibeli adalah RON 90 (Pertalite) nan kemudian diolah kembali.
Selain itu, ada dugaan markup perjanjian dalam pengiriman minyak impor sehingga negara perlu bayar biaya fee tersebut sebesar 13-15 persen.
"Sehingga tersangka MKAR mendapatkan untung dari transaksi tersebut," ungkap Qohar.
Serangkaian perbuatan para tersangka tersebut juga menyebabkan kenaikan nilai bahan bakar minyak nan bakal dijual ke masyarakat sehingga pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi lebih tinggi nan berasal dari APBN.
"Adanya beberapa perbuatan melawan norma tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian finansial negara sekitar Rp 193,7 triliun," ucap Qohar.
Pertamina Buka Suara
PT Pertamina (Persero) menyatakan bakal menghormati proses norma nan tengah berjalan. Hal ini sebagai respons atas kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, sub-holding dan kontraktor perjanjian kerja sama periode 2018-2023.
"Pertamina menghormati Kejaksaan Agung dalam menjalankan tugas serta kewenangannya dalam proses norma nan tengah berjalan," kata VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso dalam keterangannya, Selasa (25/2)
Dia mengatakan, Pertamina siap bekerjasama dengan abdi negara berkuasa dan berambisi proses norma dapat melangkah lancar dengan tetap mengedepankan asas norma prasangka tak bersalah.
"Pertamina Grup menjalankan upaya dengan berpegang pada komitmen sebagai perusahaan nan menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan Good Corporate Governance (GCG) serta peraturan berlaku," katanya.
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu