Kinerja Dosen Membutuhkan Insentif, Bukan Efisiensi

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Beberapa waktu terakhir ramai polemik akibat kebijakan efisiensi oleh pemerintah, termasuk mengena kepada Kementerian Dikti dan Saintek. Efisiensi tersebut tampaknya juga mengena kepada kehidupan dan keahlian dosen. Seperti halnya sektor lain, kebijakan efisiensi diharapkan memberikan hasil happy ending, dan keahlian para pengajar semakin meningkat khususnya menghasilkan produktivitas karya ilmiah.

Kebijakan efisiensi anggaran untuk mendorong keahlian pengajar kudu didukung sepenuhnya. Proses ini hendaknya terus hidup melalui quality control untuk menghasilkan continuous improvement dalam manajemen perguruan tinggi (PT). Peran anggaran dari pemerintah (APBN) merupakan stimulus bagi riset pengajar nan berbobot dan memproduksi luaran akademik berkekuatan saing.

Data Statistik Pendidikan Tinggi 2023 menunjukkan jumlah pengajar secara keseluruhan mencapai 331026 orang. Berdasarkan kedudukan akademik, mereka terdiri 85744 Asisten Ahli, 115702 Lektor, 33352 Lektor Kepala, dan 11252 Profesor. Berdasarkan nomor registrasi, pengajar NIDN (Nomer Induk Dosen Nasional, pengajar tetap aktif di suatu PT) sebanyak 297844 orang, pengajar NUP (Nomer Urut Pendidik, julukan untuk pengajar tidak tetap) 15565 orang, dan pengajar NIDK (Nomer Induk Dosen Khusus, julukan untuk pengajar perjanjian dengan perjanjian kerja, biasanya pengajar berumur pensiun) sebanyak 17617 orang.

Dosen NIDN adalah pengajar berumur aktif dan penuh waktu, menjalankan tridarma PT. Dosen NIDN menjadi jagoan PT untuk menunjukkan mutu dan kinerjanya. Dosen NIDN berkuasa atas akses terhadap program-program pemerintah untuk pembinaan pengajar dan pengembangan kariernya. Dosen NIDN memenuhi syarat untuk mengusulkan sertifikasi, dan jika lulus sertifikasi bakal menerima tunjangan pekerjaan dari pemerintah sesuai dengan ketentuan. Jelasnya, keahlian pengajar NIDN dituntut bisa menjalankan visi misi pendidikan tinggi melalui kebijakan anggaran pemerintah.

Kehidupan dan Karier Dosen

Seorang pengajar nan aktif (NIDN) dalam publikasi ilmiah dan pekerjaan kedudukan akademiknya konsisten naik (sejak Asisten Ahli hingga Guru Besar), dapat menjadi model gimana kebijakan anggaran disusun. Karier seorang pengajar adalah akumulasi sepanjang hidup dari aktivitas tridarma PT nan berbobot dan konsisten membangun kompetensi keilmuan (pendidik sekaligus ilmuwan, sebagai amanah UU 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Aktivitas itu bakal melangkah jika pengajar konsentrasi (wajib studi S3) melakukan riset, publikasi, membangun komunikasi akademik dengan kolega, seminar, dan aktivitas tridarma lainnya.

Sejauh ini, anggaran pemerintah (terutama Kemendikti Saintek) untuk mendukung keahlian pengajar antara lain danasiwa studi S3, hibah riset dan pengabdian, insentif publikasi dan luaran ilmiah, alias penghargaan lainnya. Saya secara pribadi pernah menikmati program-program tersebut, dan banyak pengajar lainnya masuk list penerima hibah alias insentif sejenis. LPPM setiap PT telah mempunyai budaya gimana menggerakkan pengajar untuk meraih hibah tersebut.

Anggaran pemerintah juga diberikan dalam bentuk tunjangan pekerjaan dan tunjangan kehormatan, nan langsung masuk rekening si dosen. Tunjangan itu bermaksud untuk membangun keahlian dan kompetensi dosen. Peraturan Menristek Dikti No 20 tahun 2017 tentang pemberian tunjangan pekerjaan pengajar dan tunjangan kehormatan profesor, Pasal 3 menyatakan tunjangan pekerjaan diberikan kepada pengajar setelah memenuhi aktivitas tridarma PT sebesar 12 hingga 16 SKS setiap semester.

Makna sebenarnya, tunjangan itu bukan seperti makan siang gratis, tetapi pengajar dituntut memenuhi kinerja. Hasil survei Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP, 2022) menunjukkan tunjangan pekerjaan telah digunakan pengajar untuk biaya penelitian berdikari (72.1% dosen), publikasi jurnal nasional (67.7% dosen), dan publikasi jurnal internasional (53.3%).

Dosen penerima tunjangan pekerjaan adalah pengajar nan lulus program sertifikasi dosen. Saya belum menemukan info jumlah pengajar nan tersertifikasi, namun dari hasil survei PSKP (2022) jumlahnya diperkirakan 70 persen. Jumlah keseluruhan pengajar NIDN adalah 297844 orang, 162180 orang diantaranya non ASN. Sehingga pengajar penerima tunjangan pekerjaan keseluruhan diperkirakan sekitar 208 ribu orang, termasuk 113 ribu pengajar non-ASN.

Tahun 2025 ini, pemerintah memberikan tunjangan keahlian kepada dosen. Namun, kebijakan ini menyisakan catatan; pengajar non-ASN belum menerima tunjangan keahlian seperti halnya pengajar ASN. Dosen lain, meski jumlahnya tidak banyak, dapat memanfaatkan hibah kerja sama riset dari sumber lain baik secara perseorangan alias dikoordinasikan oleh PT. Sangat banyak kreasi dan improvisasi nan dapat dimanfaatkan pengajar dari beragam kesempatan kerja sama dengan lembaga lain.

Efisiensi Anggaran Tidak Relevan

Mempertimbangkan kondisi kehidupan dan keahlian dosen, sebenarnya belum semua pengajar menerima faedah dari anggaran pemerintah. Kurang lebih 90 ribuan pengajar NIDN belum tersertifikasi, nan kebanyakan adalah Asisten Ahli dan Lektor. Mereka ini sangat memerlukan pembinaan dan pendampingan. Isu kesenjangan kesejahteraan antara pengajar ASN dan non ASN juga mencuat, dengan pemberian tunjangan keahlian hanya untuk ASN. Padahal tugas dan parameter keahlian antara pengajar ASN dan non ASN tidak berbeda.

Mengasumsikan anggaran sebagai input, dan pekerjaan pengajar sebagai outcome, maka dari sini dapat dievaluasi sejauh mana efisiensi penggunaan anggaran. Idealnya seorang pengajar nan sudah menerima anggaran dari beragam program insentif dan tunjangan dari pemerintah bakal linear dengan peningkatan pekerjaan dalam kedudukan akademik. Dengan waktu, sigap alias lambat maka seorang pengajar bakal konsisten naik dari Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, dan mencapai puncaknya Guru Besar. Semakin sigap pekerjaan pengajar berkembang, menandakan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran pemerintah. Visi peningkatan mutu PT juga sigap dicapai sesuai dengan tujuan pendidikan tinggi.

Dosen tersertifikasi menjalani penilaian beban keahlian pengajar (BKD) mengikuti Pedoman Operasional (PO) BKD 2021. Saat ini, penilaian BKD sudah terintegrasi dengan penilaian nomor angsuran (PAK, untuk kenaikan kedudukan akademik) menggunakan platform Sister (Sistem Terintegrasi). Hasil penilaian BKD secara administratif merupakan instrumen pembayaran tunjangan profesi. Setiap tiga tahun, pengajar dinilai kinerjanya apakah telah melaksanakan tanggungjawab unik menghasilkan publikasi karya ilmiah.

Idealnya, pengajar nan memenuhi tanggungjawab unik dapat mengusulkan kenaikan kedudukan akademik setiap tiga tahun, alias meleset katakan lima tahun. Ini dapat menjadi tantangan bagi manajemen kampus untuk mengevaluasi kenapa kedudukan akademik pengajar lebih dari lima tahun tidak naik. Pertanyaan lanjutannya, apakah tanggungjawab unik pengajar betul-betul tercapai, sehingga tidak memenuhi syarat untuk naik kedudukan akademik. Pertanyaan ini terkonfirmasi oleh temuan survei PSKP (2022); ada keahlian pengajar tersertifikasi belum berubah setelah menerima tunjangan.

Manajemen PT perlu membangun sistem insentif untuk mendorong keahlian pengajar lebih produktif. Dosen nan berkinerja tinggi, nan konsisten menulis dan publikasi, serta meningkatkan kedudukan akademiknya kudu diberikan reward. Hal ini wajar lantaran ukuran mutu alias legalisasi prodi dan PT mengandalkan portofolio mereka. Sebaliknya pengajar nan kariernya macet, joke-nya "asisten ahli forever" alias "lektor forever" memerlukan pendampingan –asah, asih dan asuh- dan/atau langkah-langkah disinsentif untuk meningkatkan keahlian profesionalnya. Leadership dalam manajemen PT perlu mengembangkan budaya akademik untuk mengelola perihal ini.

Iwan Nugroho Guru Besar, Ketua Tim Penilaian Angka Kredit (PAK) Universitas Widyagama Malang, asesor BKD

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu