Bawaslu Kaji 130 Laporan Politik Uang di Masa Tenang Pilkada
Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI akan melakukan kajian awal terhadap 130 laporan dan hasil pengawasan terhadap dugaan pelanggaran politik uang pada masa tenang pilkada 2024 dan hari pemungutan suara serentak. Menurut Puadi, anggota Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data dan Informasi Bawaslu, mereka akan melakukan kajian hukum dalam waktu lima hari. Dugaan pelanggaran tersebut meliputi pembagian uang atau material lainnya, serta potensi pembagian uang.
Ada sebanyak 130 dugaan pelanggaran yang terbagi dari hasil pengawasan Bawaslu dan laporan masyarakat selama masa tenang dan pemungutan suara. Selama masa tenang kampanye, Bawaslu telah mendeteksi 11 peristiwa dan menerima 60 laporan dari masyarakat mengenai dugaan pembagian uang. Sementara itu, pada periode yang sama, Bawaslu juga menemukan 11 peristiwa dan menerima 39 laporan dari masyarakat mengenai dugaan potensi pembagian uang.
Pada hari pemungutan suara serentak tanggal 27 November kemarin, Bawaslu juga mendeteksi delapan peristiwa dugaan pembagian uang dan satu temuan dugaan potensi pembagian uang. Data ini disajikan dalam hasil rekapitulasi pada Rabu, 27 November 2024. Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, menyatakan bahwa mereka akan melakukan kajian lebih lanjut terhadap informasi awal mengenai dugaan politik uang berdasarkan hasil pengawasan mereka. Hasil kajian ini akan dibawa dalam rapat pleno untuk penentuan apakah temuan tersebut dapat ditindaklanjuti atau tidak.
Bagja juga menegaskan bahwa pelaku politik uang akan dijerat sesuai dengan Pasal 187 A Undang-undang Pemilihan, yang mengacu pada tindakan menjanjikan atau memberikan uang sebagai imbalan untuk mempengaruhi pemilih. Ancaman sanksi pidana bagi pelaku politik uang adalah hukuman penjara minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan, serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. Ketentuan ini tidak hanya berlaku bagi pelaku pembagian uang, tetapi juga bagi penerima politik uang.
Menurut Bagja, dugaan pelanggaran politik uang ini masih terus mengalir, sehingga belum bisa disimpulkan apakah ada keterkaitan antara penyelenggaraan pilkada serentak dengan praktik politik uang. Dugaan politik uang ini juga akan dibawa ke pengadilan untuk menentukan apakah praktik tersebut benar-benar terjadi. Bagja menekankan bahwa ada kemungkinan suatu dugaan peristiwa tidak terbukti melanggar di pengadilan karena kurangnya bukti yang kuat untuk dapat dipidanakan.
“Kami belum bisa menyimpulkan apakah politik uang ini masif atau tidak,” ujar Bagja. Meskipun begitu, Bawaslu tetap berkomitmen untuk mengawasi dan menindak tegas segala bentuk pelanggaran politik uang demi menjaga integritas dan keadilan dalam proses pemilihan umum.
Leave a Comment