ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto telah menjalani sidang perdana dalam kasus dugaan suap pengurusan penggantian antarwaktu personil DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan. Hasto sempat memeluk istrinya, Maria Stefani Ekowati, setelah sidang selesai.
Momen itu terjadi usai sidang perdana selesai, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025). Hasto sempat berteriak merdeka kepada para pendukungnya nan datang di ruang sidang setelah persidangan rampung. Hasto terlihat mengepalkan tangannya. Para pendukung kemudian kompak ikut meneriakkan merdeka.
Saat bakal keluar ruang sidang, Hasto tampak memeluk istri dan saudara-saudaranya nan juga datang di persidangan. Hasto juga terlihat memeluk Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat.
Hasto meyakini proses norma nan dijalankannya merupakan corak kriminalisasi hukum. Dia mengatakan dakwaan dari jaksa penuntut umum pun telah didaur ulang.
"Saya semakin meyakini bahwa ini adalah kriminalisasi hukum, bahwa ini adalah pengungkapan suatu pokok perkara nan sudah inkrah, nan didaur ulang lantaran kepentingan-kepentingan politik di luarnya," ujar Hasto usai persidangan.
Hasto meyakini keadilan bakal ditegakkan. Dia memastikan bakal mengikuti seluruh proses norma nan ada.
"Karena itulah saya mengikuti seluruh proses norma ini dengan sebaik-baiknya, lantaran kami percaya bahwa keadilan bakal ditegakkan, dan untuk itulah Republik Indonesia ini dibangun dengan pengorbanan jiwa dan raga nan luar biasa," ujarnya.
Sementara itu, kuasa norma Hasto, Febri Diansyah, mengatakan pihaknya menghargai tugas nan dilakukan oleh KPK. Namun, menurutnya, terdapat banyak persoalan dalam dakwaan jaksa.
"Salah satu nan paling sederhana adalah gimana keberatan mini nan tadi kami sampaikan. Ternyata betul dakwaan tersebut tidak disusun dengan ekstra hati-hati," ujarnya.
Febri menyoroti kesalahan penulisan undang-undang nan dilakukan oleh jaksa. Dia mengatakan seharusnya, pasal nan digunakan adalah Pasal 65 KUHP. Namun, kata dia, jaksa menuliskan Pasal 65 KUHAP.
"Meskipun ini hanya satu huruf, tapi perbedaan pengaturannya sangat luar biasa. Pasal 65 KUHAP nan ditulis di dakwaan sebenarnya adalah kewenangan dari tersangka dan terdakwa untuk mengusulkan saksi alias mahir nan meringankan," ujarnya.
Dia mengatakan pasal itu nan telah dilanggar oleh KPK pada saat proses penyidikan. Febri menyebut saat itu pihak Hasto telah mengusulkan mahir nan meringankan.
"Jadi pasal itu diabaikan, tidak dilaksanakan demi mempercepat proses pelimpahan perkara," kata dia.
Lebih lanjut, Febri mengatakan terdapat perbedaan antara dakwaan Hasto dengan dakwaan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Menurutnya, perbedaan dakwaan itu menunjukkan sikap inkonsistensi dari jaksa.
"Jadi ada peristiwa di sekitar tanggal 17 Desember alias 19 Desember tahun 2019. Itu nan berubah. Apakah itu sengaja alias tidak sengaja, ialah mengenai dengan sumber biaya Rp 400 juta," ujarnya.
Febri mengatakan dalam dakwaan Wahyu, duit Rp 400 juta diberikan oleh Harun Masiku kepada Saeful Bahri. Namun, dalam dakwaan Hasto, seolah-olah duit tersebut diberikan oleh Hasto.
"Pada dakwaan tadi kita dengar, itu diubah. Diubah sedemikian rupa sehingga seolah-olah 400 juta itu berasal dari Pak Hasto. Bagaimana mungkin KPK nan sama, lembaga nan sama membikin dua dakwaan dengan kebenaran uraian nan bertolak belakang," jelasnya.
"Apakah sedemikian rupa mengubah dakwaan hanya untuk menjerat Hasto Kristiyanto? Tentu itu nan menjadi pertanyaan kami. Karena ini kan satu perkara secara keseluruhan," imbuh dia.
KPK mendakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto merintangi investigasi kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku nan sudah buron sejak tahun 2020.
"Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi alias menggagalkan secara langsung alias tidak langsung investigasi terhadap tersangka Harun Masiku," kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Selain itu, Hasto juga didakwa menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) personil DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lampau Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku tetap menjadi buronan.
"Memberi alias menjanjikan sesuatu, ialah Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi duit sejumlah SGD 57,350.00 (lima puluh tujuh ribu tiga ratus lima puluh dollar Singapura) alias setara Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) kepada Pegawai Negeri alias Penyelenggara Negara ialah kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017-2022," kata jaksa.
(amw/ygs)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu