Tukin Berbasis Beban Kerja Dosen

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Di tengah carut marutnya masalah mengenai tunjangan keahlian (tukin) pengajar nan belum terbayar sampai dengan pertengahan Februari 2025 ini, ada berita nan cukup melegakan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebagaimana diberitakan (14/2), Sri Mulyani memastikan tukin alias remunerasi bakal diselesaikan dalam waktu dekat. Sri Mulyani memastikan saat ini pemerintah tetap pada tahap penghitungan dan pendataan serta mempersiapkan Perpres mengenai tukin tersebut.

Tukin pengajar ini hanya dibayarkan untuk pengajar ASN PTN satker di lingkungan Kemendikti-Saintek, pengajar ASN PTN BLU nan belum menerapkan remunerasi, dan pengajar ASN di lingkungan LL Dikti serta pengajar KL lainnya.

Terlepas dari adanya beragam catatan kritis atas kebijakan tukin pengajar nan sedang disiapkan oleh Kementerian Keuangan berbareng Kemendiktisaintek nan nantinya diwujudkan dalam corak Perpres, ada perihal krusial nan perlu diperhatikan, ialah dasar pemberian tukin. Sangat krusial bagi pemerintah untuk memperhatikan tentang apa nan semestinya dijadikan dasar untuk bayar tukin kepada seorang dosen.

Beban Kerja Dosen

Menurut saya, dasar pemberian tukin pengajar nan paling tepat adalah beban kerja pengajar (BKD). BKD merupakan aktivitas nan dibebankan kepada pengajar dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik ahli dan intelektual dalam kurun waktu tertentu. Tugas dan tanggungjawab nan menjadi beban pengajar tersebut terdiri atas melaksanakan tridharma perguruan tinggi, tugas tambahan, dan tugas penunjang.

Tridharma perguruan tinggi meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Tugas dan tanggungjawab tersebut dilaporkan kinerjanya dalam waktu setiap semester di perguruan tinggi nan bersangkutan. Oleh lantaran itu, setiap semester semua pengajar di Indonesia nan sudah mempunyai Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) alias Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) wajib melaporkan kinerjanya dengan mengisi BKD di Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi (SISTER) nan dimiliki oleh Kemendiktisaintek.

Sesuai dengan Keputusan Dirjen Dikti No. 12/E/KPT/2021, ada ketentuan nan wajib dipenuhi oleh semua pengajar di Indonesia mengenai dengan pelaporan BKD setiap semester. Pertama, seluruh pengajar setiap semester wajib melakukan aktivitas pada unsur pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, dan penunjang minimal sebesar 12 satuan angsuran semester (SKS), dan maksimal 16 SKS. Jika ada keahlian pengajar di atas 16 SKS maka diakui sebagai beban lebih.

Kedua, minimal jumlah SKS aktivitas unsur pendidikan dan penelitian nan kudu dipenuhi pengajar per semester sebesar 9 SKS. Ketiga, semua pengajar wajib menjalankan aktivitas pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, dan penunjang secara keseluruhan tanpa ada satupun dari empat aktivitas tersebut berbobot 0 SKS setiap semester.

Keempat, pengajar dengan tugas tambahan, ialah sedang mengemban kedudukan struktural di perguruan tinggi mulai rektor, warek, dekan, wadek, kaprodi sampai sekprodi dibebaskan dari aktivitas unsur penelitian, pengabdian masyarakat dan penunjang, namun tetap diwajibkan untuk tetap memenuhi unsur pendidikan (pengajaran) sebesar 3 SKS.

Kelima, semua pengajar nan sudah mempunyai kedudukan fungsional wajib untuk memenuhi tanggungjawab khusus. Untuk kedudukan asisten mahir dan lektor wajib menulis kitab ajar/buku teks/buku referensi alias karya ilmiah nan diterbitkan pada jurnal nasional/prosiding nasional.

Untuk kedudukan lektor kepala wajib mempunyai paling sedikit tiga karya ilmiah nan terbit pada jurnal nasional terakreditasi ranking satu dan dua, alias paling sedikit satu karya ilmiah nan terbit pada jurnal internasional. Untuk kedudukan guru besar wajib mempunyai paling sedikit satu kitab ajar/buku teks/buku referensi dan tiga karya ilmiah nan terbit pada jurnal internasional alias satu karya ilmiah pada jurnal internasional bereputasi.

Menurut pendapat saya, pada prinsipnya, jika seorang pengajar ASN sudah memenuhi semua ketentuan mengenai BKD sebagaimana dijelaskan di atas, maka dia berkuasa untuk mendapatkan tukin dari pemerintah. Dan, jika seorang pengajar ASN tidak sanggup memenuhi ketentuan BKD sebagaimana dijelaskan di atas maka pengajar tersebut tidak berkuasa mendapatkan tukin, sehingga pemerintah tidak wajib membayarkan tukin kepada pengajar tersebut.

Prinsip di atas kudu menjadi ketentuan utama dalam Perpres mengenai tukin pengajar nan saat ini sedang diproses dan difinalisasi oleh Kementerian Keuangan berbareng Kemendiktisaintek.

Alasan

Ada beberapa argumen kenapa BKD menjadi dasar nan tepat untuk pembayaran tukin dosen. Pertama, lantaran BKD merupakan ukuran keahlian pengajar nan mempunyai landasan norma kuat, ialah UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen.

Di Pasal 72 UU tersebut disebutkan bahwa pengajar wajib memenuhi BKD mengenai pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan penunjang senilai minimal 12 SKS dan maksimal 16 SKS setiap semester. Artinya, seluruh pengajar setiap semester wajib mencapai keahlian tridharma perguruan tinggi senilai 12-16 SKS. Berdasarkan UU No. 14/2005, ukuran keahlian nan tepat nan kudu dipenuhi oleh pengajar di Indonesia adalah BKD, nan senilai 12-16 SKS setiap semester.

Kedua, lantaran BKD merupakan ukuran keahlian pengajar nan selama ini sudah diterapkan oleh Kemendiktisaintek untuk mengukur keahlian dosen. Oleh lantaran itu, semua pengajar di Indonesia tentu sudah sangat familier dan sangat terbiasa dalam melaporkan keahlian BKD-nya setiap semester melalui sistem SISTER nan dimiliki Kemendiktisaintek. Dengan demikian, pengukuran keahlian pengajar dengan menggunakan BKD ini langsung bisa diterapkan untuk dasar pembayaran tukin dosen, seandainya Perpres mengenai tukin selesai dibuat.

Ketiga, lantaran ukuran keahlian pengajar dengan menggunakan BKD ini sudah mempertimbangkan segala peraturan nan mengatur tentang tugas dan tanggungjawab seorang pengajar baik nan dikeluarkan oleh Kemendiktisaintek maupun BKN. Oleh lantaran itu, Kemendiktisaintek tidak perlu lagi membikin ukuran keahlian pengajar nan baru, cukup dengan tetap menggunakan BKD nan selama ini ada sebagai dasar pembayaran tukin dosen.

Dengan demikian, begitu Perpres mengenai tukin pengajar selesai dibuat oleh Kementerian Keuangan berbareng Kemendiktisaintek, dan ditandatangani oleh Presiden, maka dosen-dosen ASN di Indonesia segera dapat menikmati tukin nan sudah lama ditunggu-tunggu.

Rahmat Setiawan Guru Besar Universitas Airlangga

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu