ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Lestari Moerdijat (Rerie) mendorong penguatan kerjasama dengan strategi nan tepat guna menghadapi beragam tantangan nan timbul akibat kebijakan tarif resiprokal nan diterapkan oleh Amerika Serikat.
"Dengan strategi nan tepat, Indonesia dapat mengubah tantangan menjadi momentum untuk memperkuat posisi di panggung perdagangan dunia nan terus berubah saat ini," ungkap Wakil Ketua MPR RI Rerie dalam keterangannya, Rabu (16/4/2025).
Hal tersebut disampaikan Rerie dalam sambutannya saat obrolan daring bertema Dampak 'Trump Reciprocal Tariffs' terhadap ketahanan dan daya saing ekonomi Indonesia di era perdagangan dunia nan berubah, nan digelar dalam Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (16/4).
Menurut Lestari, ketergantungan pada pasar AS membikin Indonesia lebih rentan terhadap guncangan perdagangan, sehingga diperlukan transformasi ekonomi dari ekspor komoditas mentah ke produk lainnya.
Menurut personil Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah ini, arah pembangunan nasional, khususnya ekonomi, kudu berorientasi pada pembuatan kesempatan kerja demi mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Karena itu, pendekatan pengedaran kesejahteraan, pengedaran faedah untuk seluas-luasnya kemakmuran rakyat kudu diterapkan.
"Kita kudu bersama-sama bekerja keras dengan strategi nan tepat untuk menghadapi sejumlah tantangan nan kita hadapi ini," tegas Rerie.
Wakil Menteri Perdagangan RI, Dyah Roro Esti Widya Putri, menyampaikan bahwa kebijakan tarif resiprokal nan diterapkan Amerika Serikat telah memicu ketegangan dalam perekonomian dunia dan turut memengaruhi pengedaran rantai pasok.
Dyah mengakui, tarif nan diberlakukan terhadap Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia dan Singapura. Kondisi ini kudu menjadi perhatian.
Menurutnya, saat ini pemerintah Amerika Serikat menunda penerapan tarif resiprokal selama 90 hari dan selama masa penundaan itu tarif nan bertindak bagi Indonesia 10%.
Dyah berambisi ada waktu bagi Indonesia untuk bermusyawarah dengan Amerika Serikat mengenai kesepakatan tarif tersebut.
Pemerintah bakal terus memperkuat upaya diplomasi dan aliansi regional dalam menyikapi kebijakan Amerika Serikat. Selain itu pemerintah Indonesia juga terus berupaya membangun diversifikasi pasar baru melalui kerja sama antar-negara dan kawasan.
Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga, Badri Munir Sukoco, beranggapan bahwa akibat perang jual beli antara China dan Amerika Serikat bakal menguntungkan ASEAN.
Namun, negara ASEAN nan lebih banyak diuntungkan pada kondisi saat ini adalah Vietnam. Dalam perihal ini, Indonesia belum bisa bersaing dan produk ekspornya baru seputar minyak, gas, dan CPO.
Badri menyarankan, Indonesia kudu serius memanfaatkan pasar domestik.
"Indonesia punya pasar nan luar biasa besar, seperti pasar perangkat kesehatan dan obat-obatan misalnya kudu bisa dipenuhi oleh produk dalam negeri," ujarnya.
Menurutnya, langkah menciptakan entrepreneur muda agar bisa menghasilkan sejumlah produk substitusi barang-barang impor, merupakan langkah nan strategis.
Diharapkan kemandirian dalam menghasilkan produk dapat membuka lapangan kerja baru nan sangat dibutuhkan.
Direktur Riset dan Pemikiran Institut Peradaban, Tarli Nugroho turut berpendapat, saat ini kondisi perekonomian tidak ideal. Sejak pandemi hingga perang dagang, ujar Tarli, bumi upaya kita belum pulih.
Menurut Tarli, perang jual beli nan terjadi saat ini berpotensi melahirkan aliansi baru nan bisa menguntungkan alias merugikan kita.
Bagi ekonomi Indonesia perang tarif nan terjadi saat ini jelas mengganggu ekspor. Di sisi lain Indonesia juga berpotensi menjadi pasar produk China nan sedang bertempur jual beli dengan Amerika Serikat.
Menurutnya, langkah pemerintah menghindari langkah konfrontasi dalam perang jual beli saat ini sudah tepat. Upaya negosiasi krusial untuk dilakukan.
"Politik bebas aktif kudu terus dijaga. Kerja sama dan negosiasi adalah kata kunci untuk mengatasi sejumlah akibat perang jual beli nan terjadi saat ini," tegas Tarli.
Anggota Komisi XI DPR RI, Martin Manurung juga turut berpendapat, suka alias tidak suka, kebijakan nan diambil Trump bakal berakibat juga pada pasar domestik mereka.
"Di era perdagangan dunia saat ini tidak ada satupun negara nan untung sendirian," ujar Martin.
Martin mendorong agar Indonesia memanfaatkan kerja sama perdagangan antar-negara dan regional dengan baik.
Selain itu, gimana sejumlah program unggulan pemerintah dapat dimaksimalkan manfaatnya.
Sebagai misal, tambah dia, program makan bergizi cuma-cuma (MBG) kudu melibatkan pelaku upaya mikro, kecil, dan menengah. Sehingga, tegas Martin, program MBG menghasilkan multiplier effect nan lebih besar bagi masyarakat luas.
Wartawan senior Saur Hutabarat turut berpendapat, dalam perang jual beli antara Amerika Serikat dan China, terlihat Negeri Tirai Bambu itu lebih siap dengan sejumlah strategi nan diterapkannya.
Selain itu, Saur mengingatkan, dalam menyikapi perang jual beli nan terjadi jangan sampai mengambil kebijakan nan terlalu ekstrim, lantaran sejatinya ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya 10%.
Penghapusan batas persyaratan kandungan lokal produk tertentu berpotensi mematikan industri dalam negeri nan sangat krusial bagi keberlanjutan produk lokal.
Sebagai info obrolan tersebut dimoderatori oleh Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI, Eva Kusuma Sundari dan turut menghadirkan Wakil Menteri Perdagangan RI, Dyah Roro Esti Widya Putri , Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga, Prof. Badri Munir Sukoco, dan Direktur Riset dan Pemikiran Institut Peradaban, Tarli Nugroho sebagai narasumber, dan Anggota Komisi XI DPR RI Martin Manurung sebagai penanggap.
(prf/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini