ARTICLE AD BOX
Kabar baru kembali datang dari Zarof Ricar. Tipu muslihat sang makelar kasus di Mahkamah Agung (MA) dalam menyembunyikan kekayaan ilegalnya satu per satu dikuliti jaksa.
Zarof merupakan pejabat di MA nan selazimnya melaporkan dugaan penerimaan korupsi sebagai corak itikad baik seorang penyelenggara negara. Namun, selama 10 tahun menjadi pejabat MA, Zarof hanya melaporkan gratifikasi sebanyak satu kali.
Pelaporan Gratifikasi Karangan Bunga Rp 35,5 Juta
Hal itu disampaikan Indira Malik saat dihadirkan sebagai saksi kasus suap vonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025). Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini, Zarof Ricar.
Jaksa membacakan buletin aktivitas pemeriksaan (BAP) Indira nan menerangkan laporan gratifikasi Zarof pada 2018. Laporan gratifikasi itu berupa penerimaan karangan kembang senilai Rp 35,5 juta saat pernikahan putra Zarof.
"Di dalam BAP saksi sampaikan di dalam poin 14, ada penyebutan gratifikasi Saudara Zarof Ricar periode pada tahun 2018 berupa karangan kembang senilai Rp 35.500.000 nan diberikan tamu undangan pada aktivitas pernikahan putra Zarof Ricar ialah Ronny Bara Pratama dengan Nydia Astari pada tanggal 30 Maret 2018 di Hotel Bidakara Jakarta. Ini berasas hasil analisis, begitu?" tanya jaksa.
"Analisis-analis nan ada di Direktorat Gratifikasi pada waktu itu," jawab Indira.
Indira mengatakan penerimaan karangan kembang itu belum melewati batas. Dia mengatakan penerimaan itu tidak dianggap sebagai suap.
"Dari hasil analisa laporan gratifikasi ini tindak lanjut dari laporan ini seperti apa?" tanya jaksa.
"Karena penerimaan itu tetap dalam pemisah nan diperkenankan, jadi tidak ada penerimaan itu nan ditetapkan sebagai milik negara alias nan dianggap suap," jawab Indira.
Jaksa kembali mendalami laporan gratifikasi nan pernah dilakukan Zarof dalam periode 2012-2022. Indira mengatakan Zarof hanya melaporkan penerimaan gratifikasi berupa karangan kembang Rp 35,5 juta tersebut.
"Tadi saksi kan menerangkan mengenai adanya info laporan gratifikasi periode 2012 sampai dengan 2022 untuk atas nama terdakwa hanya ada nan satu laporan penerimaan aja gratifikasi ya?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Indira.
"Selebihnya nggak ada ya? termasuk duit tunai dalam pecahan mata duit rupiah, dolar Singapura, dolar Amerika, Euro, dolar Hong Kong, dan logam mulia emas juga tidak pernah ada laporan mengenai itu ya?" tanya jaksa.
"Belum ada," jawab Indira.
Terima Gratifikasi Rp 1 Triliun
Foto: Zarof Ricar (Ari Saputra/)
"Menerima gratifikasi, ialah menerima duit tunai dalam corak duit rupiah dan mata duit asing nan dikonversi ke dalam mata duit rupiah dengan nilai total keseluruhan Rp 915 miliar dan emas logam mulia sebanyak 51 kg dari para pihak nan mempunyai perkara di lingkungan pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali," kata jaksa saat membacakan dakwaan Zarof dalam sidang, Senin 10 Februari 2025.
Jika duit dan emas 51 kg nan diterima Zarof ditotal, maka jumlah gratifikasi nan diterima Zarof dalam 10 tahun terakhir berjumlah lebih dari Rp 1 triliun. Hitungan ini memakai konversi nilai emas pada saat pembacaan dakwaan Rp 1.692.000 per gram, nilai 51 kg emas itu sekitar Rp 86,2 miliar.
Adapun gratifikasi itu diterima Zarof sejak tahun 2012 hingga Februari 2022 alias sekitar 10 tahun. Selama bekerja di Ma, Zarof pernah menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung alias eselon II a periode 30 Agustus 2006 sampai 1 September 2014.
Jabatan Zarof lampau meningkat di Oktober 2014 hingga Juli 2017. Dia menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI eselon II a.
Zarof Ricar kemudian menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan norma dan peradilan Mahkamah Agung eselon I a periode Agustus 2017 sampai 1 Februari 2022. Jaksa menyebut jabatan-jabatan tersebut dimanfaatkan Zarof mengurus perkara di MA.
"Bahwa dalam kedudukan terdakwa tersebut maka memudahkan terdakwa untuk mempunyai akses untuk berjumpa dan mengenal ke beragam lingkup pejabat pengadil agung di lingkungan Mahkamah Agung termasuk ketika terdakwa menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung di mana terdakwa juga selaku Widyaiswara nan mengajar di lingkungan pengadil sehingga terdakwa mempunyai akses untuk berjumpa dan mengenal dengan kalangan pengadil di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung," papar jaksa saat itu.
(ygs/fca)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini