ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Sejumlah mahasiswa mengusulkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai perubahan syarat calon personil legislatif menjadi kudu penduduk nan sudah berdomisili di wilayah pemilihan (dapil) tersebut namalain akamsi (anak kampung sini). Ahli norma Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Titi Anggraini, mengapresiasi gugatan itu.
"Permohonan tersebut patut diapresiasi lantaran berupaya untuk menekankan tentang pentingnya keterhubungan antara caleg dan wilayah pemilihan nan mereka wakili," ujar Titi lewat pesan Whatsapp kepada , Senin (3/3/2025).
Kemudian Titi mencontohkan syarat menjadi caleg di Thailand. Ternyata syarat 'akamsi' sudah ada di Thailand meski penerapannya lebih lentur.
"Di Thailand jika hendak maju menjadi caleg DPR di pemilu Section 101 Konstitusi mereka mengatur bahwa caleg DPR kudu lahir di Changwat (provinsi) alias dapil tempat dia mencalonkan diri," tutur Titi.
Atau setidaknya caleg tersebut mesti pernah menempuh pendidikan di lembaga pendidikan di wilayah dia mencalonkan diri. "Atau pernah bekerja di dinas resmi sebelumnya alias namanya tercantum dalam daftar personil DPR di Changwat tempat dia mencalonkan diri untuk masa kedudukan berturut turut paling sedikit lima tahun sebelumnya.
Syarat serupa juga bertindak bagi caleg di Amerika Serikat (AS). Yakni caleg DPR AS kudu menjadi masyarakat di wilayah tempat dia mencalonkan.
"Sedangkan pada Pasal 1 bagian 2 Konstitusi Amerika Serikat juga ada ketentuan serupa dengan persyaratan domisili nan menyebut bahwa calon personil DPR AS kudu menjadi masyarakat negara bagian nan memilihnya pada saat pemilihan," kata Titi.
Hal senada juga diutarakan Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhani. Ia menyambut baik gugatan ini.
"Menurut saya ini pendapat nan menarik. Ide ini sebetulnya sejalan dengan dorongan agar orang nan dicalonkan oleh partai di pemilu legislatif, tidak boleh jadi tiba-tiba caleg. Tapi mesti mesti jadi kader 3 tahun alias 2 tahun sebelum pencalonan," ujar Fadli.
"Jika diselaraskan dengan domisili dimana dapilnya berasal, juga ketentuan nan penting, agar parpol bisa menjalankan kegunaan kaderisasi dan rekrutmen politik dengan lebih baik," tuturnya.
Sebelumnya, gugatan mengenai caleg 'akamsi' ini telah teregistrasi dengan nomor perkara 7/PUU-XXIII/2025. Para pemohon terdiri dari delapan orang mahasiswa, ialah Ahmad Syarif Hidayaatuullah, Arief Nugraha Prasetyo, Samuel Raj, Alvin Fauzi Khaq, Aura Pangeran Java, Akhilla Mahendra Putra, Arya Ashfihani HA, dan Isnan Surya Anggara.
"Bahwa keseluruhan pemohon merupakan Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang. Para pemohon dengan ini mengusulkan permohonan pengetesan materiil terhadap frasa dan kata dalam Pasal 240 ayat (1) huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945," demikian isi gugatan itu.
Berikut ini isi Pasal 240 ayat (1) c nan digugat:
(1) Bakal calon personil DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah penduduk negara Indonesia dan kudu memenuhi persyaratan:
c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Mereka meminta pasal itu diubah menjadi:
Bakal calon personil DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah penduduk negara Indonesia original dan kudu memenuhi persyaratan: c. Bertempat tinggal di wilayah pemilihan tempat mencalonkan diri sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum penetapan calon dan dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Dalam permohonannya, pemohon merasa dirugikan dengan keberadaan pasal nan bertindak saat ini. Mereka mengatakan pasal itu membuka kemungkinan personil legislatif terpilih dalam Pemilu bukan orang dari dapil dan kurang memahami rumor lokal di dapilnya.
(isa/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu