Dari Penjajah Jadi Orang Terbuang, Akhir Tragis Kolonialisasi Prancis Di Afrika | Family Opera Initiative

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

loading...

Akhir tragis kolonialisasi Prancis di Afrika dipengaruhi aspek geopolitik. Foto/X/@astraiaintel

PARIS - Saat Prancis secara resmi menyerahkan satu-satunya pangkalan militernya di Pantai Gading pada hari Kamis, upacara menandai fase lain dalam berkurangnya kehadiran jejak kolonialis di Afrika.

Selama beberapa tahun terakhir, Prancis dan militernya terus menerus diusir dari beberapa negara Afrika, dan beberapa hari nan lalu, Prancis mengadakan pembicaraan dengan Senegal untuk membentuk komisi guna mengatur keberangkatan pasukannya.

Prancis menempatkan nyaris 1.000 tentara di Pantai Gading, setelah pendirian pangkalan militer pada tahun 2015, dengan 350 tentara lagi dikerahkan di Senegal di bawah Elemen Prancis Senegal (EFS) sejak tahun 2011.

Dari Penjajah Jadi Orang Terbuang, Akhir Tragis Kolonialisasi Prancis di Afrika

1. Prancis Terusir dari Afrika

Setelah pengusiran dari Mali, Niger, dan Burkina Faso, pasukan Prancis sekarang hanya tinggal di Djibouti dan Gabon, dua negara nan belum mengisyaratkan niat untuk mengubah pendirian mereka mengenai kerja sama militer dengan Paris.

Namun, tren nan lebih luas adalah pergeseran regional menjauh dari Prancis, dan saat Paris menilai kembali jejak militernya di Afrika, para analis memperdebatkan masa depan kerja sama keamanannya di benua itu dan apakah Prancis dapat menyelamatkan pengaruhnya nan memudar.

Jean-Herve Jezequel, kepala proyek Sahel di International Crisis Group, memandang perkembangan ini sebagai titik kembali bersejarah.

Ia menjelaskan bahwa ini bukan pertama kalinya Prancis menarik pasukan dari negara-negara Afrika, mengingat kejadian serupa pada tahun 1960-an ketika jejak koloni Prancis memperoleh kemerdekaan.

"Namun, dalam beberapa dasawarsa berikutnya, Prancis sukses mengembangkan kembali perjanjian militer untuk mengerahkan kembali pasukan," katanya, dilansir Anadolu.

Meskipun Jezequel mengakui bahwa gelombang pengusiran pasukan saat ini tidak serta merta menandakan berakhirnya pengaruh Prancis sepenuhnya, dia menekankan bahwa "ini adalah langkah besar."

Baca Juga: Rusia Tetap Jadi Pemenang, Ukraina Kalah Memalukan

2. Karena Pergeseran Geopolitik

Kehadiran militer Prancis di Afrika telah ditopang oleh operasi kontrapemberontakan, khususnya melalui Operasi Barkhane, nan diluncurkan pada tahun 2014 untuk memerangi golongan militan di Sahel. Namun, efektivitasnya telah banyak dipertanyakan.

Ovigwe Eguegu, seorang analis politik, menyoroti bahwa keterlibatan militer Prancis di Afrika dimulai sejak tahun 1850 ketika pertama kali menduduki wilayah pesisir Senegal. Hingga saat ini, jejaknya hanya meluas, katanya.