ARTICLE AD BOX
loading...
Jerman cemas peledak nuklir AS tak bela NATO jjka perang dengan Rusia pecah. Foto/Aviaci Online
BERLIN - Di Jerman, keraguan mulai muncul tentang apakah, di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, Amerika Serikat (AS) bakal menghormati Pasal 5 NATO tentang pertahanan kolektif jika terjadi perang dengan Rusia.
Dalam skenario hipotetis di mana angkatan bersenjata AS menarik diri dari Eropa untuk ditempatkan kembali di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia sebagai bagian dari strategi penahanan mereka terhadap China, Washington apalagi mungkin mempertimbangkan untuk menyingkirkan peledak nuklir taktis B61, nan beberapa di antaranya saat ini disimpan di tanah Jerman.
Bom-bom tersebut memainkan peran krusial dalam pencegahan nuklir Eropa, dan kebutuhan bakal platform modern untuk menyebarkannya adalah nan akhirnya meyakinkan pemerintah Jerman untuk memperoleh 35 jet tempur siluman F-35 Lightning II untuk menggantikan pesawat Panavia Tornado milik Luftwaffe (Angkatan Udara Jerman) nan ditugaskan untuk misi ini.
Baca Juga
Namun, dengan pernyataan Trump baru-baru ini tentang perang di Ukraina, NATO, dan keamanan Eropa, rencana strategis ini dapat terancam.
Kekhawatiran Jerman Tentang Masa Depan NATO
Friedrich Merz, calon terdepan untuk menjadi kanselir Jerman berikutnya, baru-baru ini menyatakan kekhawatiran tentang komitmen Trump terhadap pertahanan kolektif NATO.
"Kita kudu bersiap menghadapi kemungkinan bahwa Donald Trump mungkin tidak lagi mendukung komitmen pertahanan berbareng NATO tanpa syarat," kata Merz dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Jerman pada hari Jumat.
"Itulah sebabnya, menurut pendapat saya, sangat krusial bagi orang Eropa untuk melakukan upaya sebesar-besarnya guna memastikan bahwa kita setidaknya bisa mempertahankan benua Eropa sendiri,” ujarnya, nan dilansir Aviaci Online, Minggu (23/2/2025).
Menurut laporan Politico, Merz, pemimpin Uni Demokratik Kristen (CDU) nan berpatokan kanan-tengah dan calon terdepan saat ini dalam jajak pendapat menjelang pemilu hari Minggu, secara terbuka mengakui kemungkinan perundingan dengan Prancis dan Inggris—dua negara dengan kekuatan nuklir Eropa—mengenai perjanjian pembagian nuklir baru alias ekspansi keamanan nuklir mereka ke Jerman.
Dia juga mengakui bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron telah berulang kali menawarkan opsi ini ke Berlin, meskipun pemerintah Jerman sejauh ini menghindari mengambil sikap terhadap masalah tersebut.