ARTICLE AD BOX
Jakarta -
China sedang gencar memasarkan baterai sodium ion. Kali ini, mereka melakukannya lewat skuter listrik.
Puluhan skuter listrik berjejer di depan sebuah mal di Hangzhou, China. Bentuknya mirip seperti vespa, sehingga menarik para pejalan kaki untuk mencobanya.
Skuter nan dijual dengan nilai US$400 (Rp6,5 juta) hingga US$660 (Rp10,8 juta) ini tidak menggunakan baterai ion litium nan biasanya dipakai pada motor listrik. Skuter-skuter ini menggunakan baterai nan terbuat dari natrium, bahan nan diekstraksi dari garam laut.
Di samping skuter-skuter itu, terdapat beberapa tempat pengisian daya. Yadea, produsen motor terbesar di China, mengatakan baterai skuter listrik bisa dicas dari 0% menjadi 80% dalam 15 menit.
Ada juga stasiun nan memungkinkan pengguna menukar baterai nan sudah lenyap dengan baterai baru hanya dengan memindai kode QR.
Yadea hanyalah satu dari banyak perusahaan China nan mengembangkan pengganti teknologi baterai nan kompetitif. Tren ini menunjukkan sungguh cepatnya perkembangan industri teknologi hijau di China.
Ketika seluruh bumi tetap berupaya mengejar China untuk membikin baterai litium nan murah, kondusif dan efisien, perusahaan-perusahaan China sudah mulai memproduksi baterai sodium ion secara massal. Baterai sodium ion menjadi pengganti nan bisa membantu mengurangi ketergantungan industri pada bahan baku mineral utama.
Pabrikan mobil China menjadi nan pertama meluncurkan mobil dengan baterai sodium ion. Walaupun sejauh ini, minat terhadap mobil-mobil ini tetap rendah lantaran ukurannya nan mini dan daya jangkaunya pendek.
Pada April 2025, produsen baterai terbesar di bumi asal China, CATL, mengumumkan rencana mereka untuk memproduksi massal baterai sodium ion untuk truk dan kendaraan berat di bawah merek baru berjulukan Naxtra.
Operator jaringan listrik China juga sudah mulai membangun stasiun-stasiun penyimpanan daya nan menggunakan baterai sodium ion.
Menurut sejumlah peneliti nan diwawancarai BBC, stasiun penyimpanan daya menjadi ranah utama nan paling menjanjikan bagi teknologi nan sedang berkembang ini.
Menurut Cory Combs, strategi perusahaan-perusahaan China nan menggunakan beragam pendekatan dalam mengembangkan baterai sodium ion bakal menjadikan mereka nan terdepan dalam persaingan global, jika nantinya memang ada perlombaan dalam sektor ini. Masih perlu dilihat lebih jauh apakah baterai sodium ion bakal betul-betul berkembang pesat.
Namun, ada satu sektor nan berinvestasi banyak pada baterai sodium ion, ialah sepeda motor. Ini adalah sektor nan tumbuh pesat dan sangat kompetitif di China.
Yadea telah meluncurkan tiga model motor listrik nan menggunakan baterai sodium ion. Mereka berencana memasarkan lebih banyak model lagi.
Perusahaan ini juga mendirikan Hangzhou Huayu New Energy Research Institute untuk meneliti pengganti baterai baru, terutama baterai natrium-ion.
"Kami mau membawa teknologi dari laboratorium ke pengguna dengan cepat," kata Wakil Presiden Senior Yadea, Zhou Chao, dalam talk show di China Central Television pada Januari.
'Keledai listrik kecil'
Kendaraan roda dua banget terkenal di banyak negara Asia, termasuk Vietnam dan Indonesia. Di China, motor biasanya digunakan untuk pergi ke pasar, ke kantor, ke stasiun kereta, dan banyak tempat lainnya nan tergolong dekat. Orang-orang China menjuluki motor sebagai 'keledai listrik' lantaran praktis dan serbaguna.
"Kendaraan roda dua biasanya dipakai untuk jarak nan lebih pendek dengan kecepatan nan lebih lambat [dibanding mobil], sehingga penggunaan energinya lebih kecil," kata Chen Xi, peneliti di Xi'an-Jiaotong Liverpool University di China.
Baterai sodium ion menyimpan daya lebih sedikit dibandingkan baterai litium dalam ukuran nan sama. Itu artinya, densitas energinya lebih rendah.
BBC
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah nan pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WA Anda.
BBC
Pesaing utama baterai sodium ion untuk kendaraan roda dua adalah baterai masam timbal, nan densitas daya dan siklus isi ulangnya lebih rendah. Xi mengatakan baterai masam timbal juga lebih murah dibandingkan baterai litium.
Banyaknya pengguna motor di Asia membuka kesempatan nan menjanjikan secara ekonomi. Di China saja, sekitar 55 juta motor listrik terjual pada 2023, nyaris enam kali lipat dari total penjualan mobil listrik, mobil hibidra, dan mobil berbahan bakar minyak, menurut konsultan iResearch.
Getty Images
Yadea punya misi memproduksinya secara massal. Dalam sebuah talk show, Zhou mengatakan bahwa Yadea berupaya membangun ekosistem pengisian daya nan memudahkan pengguna.
Menurut laporan media lokal, perusahaan ini telah melakukan uji coba pasar pada 2024 dengan melibatkan 150.000 kurir pengiriman makanan di Shenzen, kota dengan populasi 17,8 juta orang.
Tujuan dari uji coba itu adalah memungkinkan pengguna mengganti baterai sodium ion nan sudah lenyap dengan baterai nan sudah terisi penuh di stasiun penukaran dalam waktu 30 detik.
Baca juga:
- Tren motor listrik di Indonesia: Akankah sukses di pasaran?
- Seberapa siap pemerintah dukung industri motor listrik dalam negeri?
- Rencana subsidi Rp6,5 juta untuk pembelian motor listrik: 'Kenapa tidak untuk pembangunan transportasi publik?'
Yadea dan perusahaan-perusahaan lainnya seperti perusahaan penukaran baterai Dudu Huandiantelah berkembang pesan di Shenzen. Mereka apalagi mau menjadikan Shenzen sebagai "kota penukaran baterai".
Mereka menargetkan bakal membikin 20.000 tempat pengecasan daya alias penukaran baterai untuk beragam jenis baterai motor listrik pada 2025. Mereka juga menargetkan jumlahnya mencapai 50.000 stasiun pada 2027, menurut Asosiasi Industrri Sepeda Motor Listrik Shenzen.
Kota Shenzen apalagi telah mempunyai "taman penukaran baterai" dan berencana membangun ekosistem di mana warganya bisa menemukan stasiun penggantian baterai setiap lima menit.
Sempat terlupakan
Baterai sodium ion dan litium ion punya struktur serupa. Perbedaan utamanya ada pada ion nan digunakan, ialah partikel nan beranjak bolak-balik antara sisi positif dan negatif baterai untuk menyimpan dan melepaskan energi.
Sodium dapat ditemukan di lautan dan kerak bumi, sehingga 400 kali lebih melimpah dibanding litium. Oleh karena itu, sodium ion lebih mudah dijangkau dan lebih mudah untuk diproduksi secara massal. Ini juga bisa menjadi solusi bagi masalah rantai pasok nan dihadapi industri baterai saat ini.
Sebagian besar bahan baku litium ditambang di Australia, China dan Cile. Namun, pengolahannya terkonsentrasi di China. Negara ini mempunyai nyaris 60% kapabilitas pengolahan litium di dunia.
Baterai sodium ion bukanlah temuan baru. Riwayatnya bersenggolan dengan pengembangan baterai litium ion. Penelitian dan pengembangan terhadap kedua jenis baterai ini telah dimulai sejak separuh abad lalu, dipimpin oleh Jepang.
Perusahaan elektronik Jepang, Sony, meluncurkan baterai litium ion pertama di bumi pada 1991. Kesuksesan komersial baterai litium ion menyebabkan pengembangan teknologi sodium ion terhenti sampai awal dasawarsa ini. Pada saat itu, China telah menjadi kekuatan dominan dalam industri baterai global.
Tahun 2021 menjadi titik kembali bagi baterai sodium ion. Harga baterai litium melonjak tajam di pasar global, meningkat lebih dari empat kali lipat dalam setahun akibat tingginya permintaan pasar pada kendaraan listrik saat pandemi Covid-19. Produsen baterai dan kendaraan listrik pun mulai mencari alternatif.
CATL meluncurkan baterai sodium ion pertamanya pada Juli 2021. Langkah itu "menyulut minat tinggi di industri", kata pendiri media CnEVPost di Shanghai, Phate Zhang.
Menurutnya, nilai litium nan terus melonjak pada 2022 mendorong perusahaan-perusahaan China beranjak ke sodium.
"Ketersediaan sodium nan melimpah dan kemauan China mempunyai rantai pasok baterai nan terjaga menjadi pendorong utama penelitian dan pengembangannya," kata Direktur di Asia Society Polity Institute, Kate Logan.
Saat nilai litium melonjak, China mengimpor sekitar 80% bijih litium nan diolahnya, terutama dari Australia dan Brasil. Zhan mengatakan, salah satu argumen China adalah lantaran produsen baterai besar seperti CATL dan Gotion sudah memperluas kapabilitas pengelolaah litium mereka. China juga berupaya menemukan dan mengembangkan persediaan litium mereka di dalam negeri.
Akibatnya, kata Combs, "demam" sodium ion mereda dalam dua tahun terakhir.
"Litium kembali unggul di China."
Alasan keamanan
Bagi banyak pihak, ada argumen bagus lainnya untuk mengembangkan baterai sodium ion. Salah satunya adalah keamanan.
Pada 2024, China dikejutkan oleh serangkaian peristiwa kebakaran baterai. Sebagian besar disebabkan oleh kebakaran baterai litium ion pada kendaraan roda dua.
Risiko kebakaran di stasiun penyimpanan daya juga telah menjadi perhatian global. Pada Januari 2025, kebakaran terjadi di salah satu akomodasi penyimpanan daya di dalam pabrik baterai besar di California, AS.
Beberapa master industri percaya bahwa baterai sodium ion lebih aman. Baterai jenis ini lebih mini kemungkinannya mengalami panas berlebihan hingga kebakaran andaikan dibandingkan dengan baterai litium. Itu lantaran sifat kimia natrium nan lebih stabil, menurut sejumlah studi.
Namun, sebagian pihak lainnya mengingatkan bahwa tetap terlalu awal untuk menyimpulkan keamanannya lantaran kurangnya penelitian nan relevan.
Cuaca dingin juga berpengaruh. Energi nan bisa disimpan oleh baterai litium ion dan gelombang pengisian ulangnya berkurang pada suhu di bawah nol derajat. Sementara itu, baterai sodium ion tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi ekstrem.
"Dibandingkan dengan litium, natrium lebih mudah bergerak melalui cairan di dalam baterai. Ini memberikan konduktivitas nan lebih baik dan berfaedah mereka memerlukan daya lebih sedikit untuk lepas dari cairan sekitarnya," kata guru besar teknik kimia di Universitas Xi'an Jiaotong China, Tang Wei.
Tang dan timnya telah mengembangkan cairan baterai jenis baru nan diklaim memungkinkan baterai sodium ion untuk mencapai lebih dari 80% kapasitasnya pada suhu ruangan di bawah -40C. Mereka bekerja sama dengan perusahaan baterai China untuk menerapkan teknologi ini pada kendaraan dan stasiun penyimpanan daya di wilayah-wilayah dingin di negara tersebut.
Baterai sodium ion juga diharapkan bisa meminimalisir akibat lingkungan dari produksi logam nan digunakan dalam sel litium ion, terutama kobalt dan nikel, nan berakibat negatif pada manusia dan lingkungan.
Sebuah studi pada 2024 menyimpulkan bahwa baterai sodium ion bisa membantu bumi menghindari penambangan berlebihan dan kemungkinan kelangkaan bahan baku kritis. Namun, proses produksinya tetap menghasilkan volume emisi gas rumah kaca nan serupa dengan sel litium ion.
Peneliti Chalmers University of Technology di Gothenburg, Zhang Shan, mengatakan "proses produksi, umur pakai, dan densitas energinya dapat ditingkatkan" lantaran baterai ini tetap dalam tahap pengembangan.
"Dampaknya terhadap suasana mungkin lebih rendah dibanding baterai lithium-ion di masa depan," kata Zhang Shan.
Belum terkenal untuk kendaraan roda empat
Dua mobil listrik pertama nan ditenagai baterai natrium diluncurkan pada Desember 2023. Sejauh ini, semua model nan diluncurkan adalah "mobil mikro" nan oleh China diklasifikasikan sebagai A00.
Penjualannya berkontribusi mini dari total puluhan juta mobil listrik nan terjual di China pada 2024, kata analis independen industri otomotif di China, Xing Lei. Sebuah laporan apalagi menyebut hanya 204 unit nan terjual pada 2024.
Salah satu kelemahan besar baterai sodium-ion adalah densitas energinya nan rendah: sebuah studi pada 2020 menemukan bahwa densitas energinya setidaknya 30% lebih rendah dibandingkan baterai litium.
Ini berfaedah mobil nan menggunakan baterai tersebut tidak bisa menempuh jarak jauh dengan satu kali pengisian daya.
"Jarak tempuh adalah aspek penentu utama bagi orang saat membeli mobil listrik," kata Zhang.
Getty ImagesBaterai sodium ion belum diproduksi massal untuk kendaraan listrik.
Baterai sodium ion belum diproduksi massal untuk saat ini dan "belum bisa bersaing dengan baterai litium dalam konteks nilai alias performa" khususnya untuk kendaraan roda empat.
Menurut analis pasar baterai dari konsultan Rystad Energy, Chen Shan, penggunaan baterai sodium ion secara besar-besaran dalam dua alias tiga tahun ke depan bakal susah terwujud.
Penerimaan pasar terhadap motor listrik dengan baterai sodium di China berkembang secara berjenjang dan menjanjikan. Juru bicara Yadea mengatakan kepada BBC bahwa penjualan motor listrik sodium mereka mencapai nyaris 1.000 unit pada tiga bulan pertama 2025.
Perusahaan berencana membangun sekitar 1.000 tiang pengisian sigap nan dirancang unik untuk baterai sodium-ion di Hangzhou tahun ini, memungkinkan penggunanya menemukan stasiun pengisian biaya setiap 2 kilonater, kata Zhou dalam aktivitas talk show.
Yadea bukan satu-satunya nan berupaya mengembangkan baterai sodium ion. Produsen skuter China lainnya, Tailg, telah menjual model berkekuatan sodium sejak 2023.
FinDreams, bagian baterai dari produsen mobil listrik besar BYD, sedang membangun pabrik di Xuzhou, China Timur, untuk memproduksi baterai sodium. Menurut media lokal, mereka bekerja sama dengan Huaihai Group, produsen kendaraan roda dua dan tiga.
Meskipun baterai masam timbal bakal tetap mendominasi industri ini, pangsa pasar baterai sodium ion diperkirakan bakal tumbuh pesat dalam lima tahun ke depan.
Pada 2030, 15% skuter listrik di China bakal menggunakan baterai sodium-ion. Menurut kajian dari Starting Point Research Institute, jumlahnya baru 0,04% pada 2023.
Pangsa pasar nan lebih menjanjikan
Sebenarnya, stasiun penyimpanan daya menjadi pangsa pasar nan lebih menjanjikan untuk baterai sodium ion. Ini memungkinkan penyerapan daya pada satu waktu untuk bisa digunakan belakangan.
Karena tempatnya tetap, maka kelemahan dari baterai sodium ion saat digunakan pada kendaraan menjadi tidak berarti.
"Anda bisa membikin stasiun penyimpanan daya nan sedikit lebih besar. Itu tidak bakal berpindah-pindah. Berat baterai tidak menjadi masalah," kata Combs.
Penyimpanan daya diperkirakan bakal menjadi pasar nan sangat besar dan berkembang pesat seiring dengan upaya negara-negara mencapai tujuan suasana mereka.
Menurut Badan Energi Internasional (IEA), kapabilitas penyimpanan daya skala dunia perlu tumbuh nyaris 35 kali lipat pada 2022 hingga 2030 jika mau mencapai net-zero pada 2050.
"Ini bakal menjadi pasar nan sangat krusial di masa depan, terutama dengan semakin banyaknya daya terbarukan di jaringan listrik. Anda bakal memerlukan lebih banyak sistem penyimpanan untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan," kata Ilaria Mazzocco, peneliti senior di Center for Strategic and International Studies.
Dengan digunakan di akomodasi penyimpanan, baterai sodium ion tidak bersaing langsung dengan industri otomotif.
China, nan mengalami pertumbuhan pesat dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga angin dan surya, memimpin bumi dalam penggunaan penyimpanan daya untuk mendukung daya terbarukan.
Baca juga:
- Mobil listrik China 'makin apik dan lebih murah', tapi apakah ada nilai lebih besar nan kudu dibayar?
- Kendaraan listrik disebut 'solusi palsu' untuk perbaiki kualitas udara di Indonesia
- Bagaimana negara penghasil minyak seperti Norwegia bisa paling unggul dalam penggunaan mobil listrik?
Pada Mei 2024, China mengoperasikan stasiun penyimpanan daya pertama berkekuatan sodium ion. Stasiun nan terletak di Guangxi, China Selatan ini dapat menyimpan 10 megawatt nan cukup untuk 1.500 rumah selama sehari. Ini adalah fase awal dari stasiun penyimpanan daya sodium-ion nan kapasitasnya bakal dikembangkan menjadi 10 kali lipat.
Situs penyimpanan daya lainnya dikembangkan di Hubei. Faktanya, sekitar seperlima dari kapabilitas semua proyek dari perusahaan negara China menggunakan teknologi sodium.
Agar sodium ion bisa diproduksi massal, muncul pertanyaan apakah perusahaan bisa membuatnya lebih murah dibandingkan baterai litium ion?
Saat ini, nilai satuan baterai sodium ion untuk penyimpanan daya sekitar 60% lebih mahal dibandingkan baterai litium ion. Namun, kajian dari China Energy Storage Alliance memperkirakan selisih harganya bakal semakin mengecil.
China menjadi nan terdepan
Beberapa pengusaha dan peneliti percaya bahwa sodium merupakan jalan pintas bagi negara lain untuk mengurangi ketergantungan mereka pada baterai China.
Namun, perusahaan-perusahaan China lah nan siap memimpin produksi dunia jika teknologi ini sukses menembus pasar.
Produsen baterai besar China telah menyusun strategi untuk tetap kompetitif dalam jangka panjang, kata Combs. Artinya, baterai sodium ion bukanlah jalan pintas untuk menyaingi kekuasaan China.
Getty Images
Zhen mengatakan perbedaan terbesar antara perusahaan di China dan negara lain adalah mereka bisa membawa teknologi dari laboratorium ke produksi massal jauh lebih cepat.
Menurut Logan, kesamaan antara kedua jenis sel membikin prasarana dan manufaktur nan sudah ada untuk baterai litium bisa diadaptasi untuk memproduksi baterai sodium ion. Ini mengurangi waktu dan biaya untuk komersialisasi di China.
"Sinergi nan sama tidak selalu bertindak jenis kimia dari baterai lainnya," tambah Logan.
Analis dari firma riset baterai di Beijing, RealLi Research, Mo Ke, mencontohkan baterai all-solid-state nan tidak menggunakan elektrolit cair untuk mengangkut ion. Baterai jenis ini tidak begitu berjuntai pada rantai pasok industri saat ini.
China sekarang membangun jaringan pabrik besar nan didedikasikan untuk memproduksi sel sodium ion. Beberapa di antaranya sudah beroperasi.
Pada 2024, produsen China mengumumkan rencana untuk membangun 27 pabrik baterai sodium ion dengan kapabilitas campuran 180 GWh, menurut riset Gaogong Industrial Research. Di antaranya termasuk pabrik 30GWh BYD nan bakal dibangun di Xuzhou.
Kapasitas baterai sodium ion dunia diprediksi bakal melampaui 500 GWh pada 2023, dan lebih dari 90% berasal dari China, menurut kajian Wood Mackenzie.
Getty Images
Di luar China, Natron Energy di AS dan Faradion di Inggris menjadi pelopor. Namun menurut Zheng, perusahaan asing biasanya memerlukan waktu lebih lama untuk membangun lini produksi, dan mereka bakal susah bersaing dengan China.
Ekonom berbasis di Brussels, Alicia Garca Herrero mengatakan perusahaan China secara kolektif menghabiskan lebih dari 55 miliar Yuan pada 2023 untuk riset dan pengembangan baterai sodium ion.
Nilai itu melampaui USD4,5 miliar nan dikumpulkan oleh semua startup baterai AS secara kumulatif hingga 2023 untuk solusi baterai non-litium.
Menurut Combs, perusaaan-perusahaan China punya motivasi sederhana: "Jangan kehilangan pangsa pasar, termasuk pasar masa depan."
Wakil Presiden Senior Yadea, Zhou Chao mengatakan perusahaannya sudah memperluas operasi di Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika, di mana skuter listrik juga populer.
Tujuan Yadea jelas: memproduksi massal baterai sodium ion dan meningkatkan prasarana pengisian daya skuter "agar ratusan juta orang dapat menikmati transportasi hijau".
Artikel jenis Bahasa Inggris berjudul How electric scooters are driving China's salt battery push dapat Anda baca di BBC Future.
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini