ARTICLE AD BOX
Bangkok -
Thailand melakukan deportasi terhadap 40 penduduk Uighur ke China. Deportasi itu dilakukan meski ada peringatan dari golongan kewenangan asasi manusia bahwa penduduk Uighur dapat menghadapi kemungkinan penyiksaan dan apalagi kematian di China.
Dilansir BBC dan Reuters, Minggu (2/3/2025), golongan tersebut diperkirakan telah diterbangkan kembali ke wilayah Xinjiang di China pada Kamis (27/2) setelah ditahan selama 10 tahun di sebuah pusat penahanan Bangkok.
China telah dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan dan kemungkinan genosida terhadap masyarakat Uighur dan golongan etnis Muslim lainnya di wilayah barat laut Xinjiang. Beijing telah membantah semua tuduhan tersebut.
Ini adalah pertama kalinya Thailand mendeportasi penduduk Uighur sejak 2015. Deportasi tersebut awalnya dilakukan secara rahasia setelah kekhawatiran serius disampaikan oleh Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Media Thailand melaporkan beberapa truk, termasuk dengan jendela nan ditutupi plastik hitam, meninggalkan pusat penahanan imigrasi utama Bangkok pada Kamis pagi waktu setempat. Beberapa jam kemudian, situs pencari penerbangan Flightrader24 menunjukkan penerbangan tak teragendakan China Southern Airlines meninggalkan Bangkok dan akhirnya tiba di Xinjiang.
Pemerintah Thailand kemudian mengatakan telah memutuskan untuk mengirim 40 penduduk Uighur kembali ke China. Thailand mengatakan menahan orang lebih dari satu dasawarsa adalah perihal nan tidak dapat dibenarkan.
Thailand juga menyebut tidak ada negara ketiga nan mau untuk menerima mereka. Turki, nan telah memberikan suaka kepada penduduk Uighur di masa lalu, juga tidak menerima.
Delapan penduduk Uighur tetap berada di Thailand, termasuk lima orang nan menjalani balasan penjara atas kejahatan nan mereka lakukan saat ditahan. Pemerintah Thailand juga mengatakan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra telah diberi agunan bahwa penduduk Uighur bakal dirawat jika dikembalikan ke China selama kunjungannya baru-baru ini ke negara itu.
"Di negara mana pun di dunia, tindakan kudu mematuhi prinsip hukum, proses internasional, dan kewenangan asasi manusia," kata Shinawatra.
Beijing mengatakan 40 imigran terlarangan China dipulangkan dari Thailand. Tetapi, China menolak mengonfirmasi bahwa golongan tersebut adalah penduduk Uighur.
"Pemulangan tersebut dilakukan sesuai dengan norma China dan Thailand, norma internasional, dan praktik internasional," kata kementerian luar negeri.
Media pemerintah China mengatakan golongan tersebut telah 'disihir' oleh organisasi pidana dan terdampar di Thailand setelah meninggalkan China tersebut secara ilegal.
AS pun merespons langkah Thailand. Kedutaan Besar AS di Bangkok mengeluarkan peringatan keamanan bagi penduduk negara AS di Thailand sehari setelah deportasi rahasia 40 penduduk Uighur ke China.
"Deportasi serupa telah memicu serangan jawaban nan sadis di masa lalu," demikian peringatan keamanan nan diunggah di situs web kedutaan.
Para diplomat dan analis keamanan mengatakan langkah Thailand melakukan deportasi 100 penduduk Uighur ke China pada bulan Juli 2015 telah menyebabkan pengeboman mematikan sebulan kemudian di sebuah kuil di Bangkok nan menewaskan 20 orang dalam serangan terburuk di Thailand.
Pihak berkuasa Thailand saat itu menyimpulkan serangan itu mengenai dengan tindakan keras mereka terhadap jaringan perdagangan manusia, tanpa secara unik menghubungkan golongan itu dengan orang Uighur. Dua orang etnis Uighur ditangkap mengenai dengan kejadian itu dan persidangan mereka terus bersambung meski mengalami penundaan berulang kali.
Kedutaan Besar Jepang di Thailand juga mengirim email peringatan kepada warganya setelah deportasi itu.
"Ini bukan perubahan dalam penilaian akibat tentang Thailand," demikian isi email tersebut.
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu