7 Rekomendasi Film Paling Epic Yang Akan Buatmu Susah Lupa

Film debut David Lynch ini membongkar sisi tergelap ketakutan manusia dalam corak simbolisme absurd. Henry, karakter utama, dihadapkan dengan situasi tidak biasa setelah menikahi Mary dan mengasuh bayi dengan bentuk mengerikan.

Visual hitam-putih nan sunyi, set surreal, dan skor musik mengganggu menjadikan ERASERHEAD sebagai pengalaman menonton nan lebih mirip mimpi buruk. Film ini tak mudah dimengerti, namun justru lantaran itulah dia meninggalkan kesan mendalam nan tidak mudah hilang.

Disutradarai oleh Elem Klimov, COME AND SEE membawa kita ke tahun 1943, mengikuti remaja desa Flyora nan mau berasosiasi dengan gerilyawan Belarusia. Apa nan dia temukan justru bukan kebanggaan, tapi kehancuran.

Film ini secara sinematik menggambarkan kekerasan dan trauma nan dialami penduduk sipil. Dengan visual nan ganjil tapi realistis, Come and See menghadirkan seram perang tanpa glorifikasi, membuatnya sangat menyiksa secara emosional dan susah untuk dilupakan.

Film animasi produksi Studio Ghibli ini bercerita tentang dua saudara, Seita dan Setsuko, nan berjuang memperkuat hidup di tengah kehancuran Jepang akhir Perang Dunia II. Meskipun animasi, movie ini sama sekali tidak ringan.

Kematian, kelaparan, dan trauma digambarkan dengan lirih dan menyayat. Film dibuka dengan segmen kematian Seita di stasiun, dan sejak saat itu, penonton diajak menelusuri kepiluan tanpa akhir nan sangat membekas.

Film garapan Darren Aronofsky ini menyorot kehidupan empat orang nan terjerumus dalam candu, dari heroin hingga obat pelangsing. Sara Goldfarb, seorang ibu tua, menjadi simbol pecandu tak kasat mata nan mau tampil elok di TV.

Visualisasi kecanduan digarap dengan sadis dan sangat efektif, komplit dengan editing sigap serta skor musik dari Clint Mansell nan legendaris. REQUIEM FOR A DREAM bukan sekadar film, tapi peringatan keras nan menyakitkan bagi siapa pun nan menontonnya.

Film ini membuka luka tentang pembunuhan berantai dari perspektif pandang korban: Susie Salmon. Setelah diperkosa dan dibunuh, dia mengawasi kehancuran keluarganya dari alam antara.

Peter Jackson sukses meramu movie dengan visual bagus namun tema mengerikan. Meskipun tidak menonjol dari sisi karakterisasi, THE LOVELY BONES tetap meninggalkan nuansa muram dan tragis nan membikin penonton enggan lupa.

Lewat kamera close-up dan aspek rasio sempit, penonton dipaksa mengikuti Saul, seorang Yahudi Hungaria personil Sonderkommando, nan mau menguburkan anak laki-laki secara layak.

Gaya sinematik nan konsentrasi hanya pada Saul menjadikan movie ini sangat intim namun juga membikin sesak. Kengerian kamp Auschwitz disampaikan tanpa eksploitasi, tapi justru lebih mengerikan lantaran hanya "diekor" dari satu perspektif pandang terbatas.

Film terbaru Yorgos Lanthimos ini disajikan dalam corak tryptich: tiga cerita berbeda tapi terhubung. Dari laki-laki nan keluar dari sistem kerja obsesif, istri nan berubah total, hingga pencarian manusia dengan keahlian membangkitkan orang mati.

Dibalut lawakgelap dan absurditas unik Lanthimos, movie ini mengacak-acak logika penonton. Kemenangan Jesse Plemons sebagai tokoh terbaik di Cannes menunjukkan kekuatan akting dalam membawakan narasi segila ini.