Afd Cetak Rekor Suara, Tapi Masih Dijegal Dari Kekuasaan

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Pemilu Jerman 2025 menjadi hari berhistoris bagi partai Alternatif untuk Jerman (AfD). Pasalnya, 12 tahun setelah partai sayap kanan didirikan, partai ini telah menjadi kekuatan politik terbesar kedua di Jerman.

Dengan perolehan sekitar 20% suara, partai ini meraih nyaris dua kali lipat dari hasil pemilu Jerman terakhir pada tahun 2021. Di Jerman timur, partai ini apalagi menjadi kekuatan politik terkuat.

Pada malam pemilihan, kandidat utama AfD, Alice Weidel, menekankan kembali bahwa partainya bersedia berkoalisi dengan aliansi kanan-tengah nan menang, ialah Uni Kristen Demokrat (CDU) dan partai saudaranya di Bavaria, Uni Kristen Sosial (CSU).

Pada saat nan sama, dia mengecam pemimpin CDU dan kemungkinan kanselir berikutnya, Friedrich Merz.

Merujuk pada janji Merz nan dibuat beberapa tahun lampau untuk mengurangi separuh perolehan bunyi AfD, Weidel mengatakan kepada para pendukungnya: "Mereka mau membagi dua kami, tetapi nan terjadi justru sebaliknya!"

AfD telah sukses membentuk wacana politik selama kampanye pemilu di Jerman dengan retorika anti imigrasi, menyerukan agar perbatasan Jerman ditutup bagi para pengungsi dan pencari suaka.

Dukungan dari Musk dan Vance

Miliarder AS dan orang kepercayaan Trump, Elon Musk, menjadi buletin utama di Jerman selama kampanye pemilihan umum ketika dia secara aktif mendukung AfD. Dia berasosiasi dengan Wakil Presiden AS, JD Vance, nan juga mendukung partai tersebut.

AfD diklasifikasikan oleh otoritas keamanan Jerman sebagai ekstremis sayap kanan, dengan beberapa bagian dan personil partai nan diawasi oleh badan intelijen dalam negeri.

Klasifikasi ini dipicu oleh beragam pernyataan pejabat partai AfD, misalnya, mempertanyakan apakah orang Jerman dengan latar belakang imigrasi kudu menikmati kewenangan nan sama.

Beberapa pejabat AfD juga berada di bawah pengawasan lantaran menggunakan semboyan dan simbol terlarang dari era Nazi. Salah satu tokoh terkemuka partai, pemimpin AfD di negara bagian Thuringian, Björn Höcke, dihukum dua kali pada tahun 2024 lantaran menggunakan semboyan terlarang dari paramiliter Hitler, Sturmabteilung, SA.

Pada pekan menjelang pemilihan umum, ratusan ribu orang di Jerman memprotes AfD. Kebangkitan partai ini dianggap sebagai ancaman bagi kerakyatan dan para migran di negara tersebut.

AfD tetap dianggap sebagai partai paria

Terlepas dari kesuksesan pemilihannya, hasil AfD tidak sesuai dengan angan partai itu sendiri. Banyak personil partai nan diam-diam berambisi untuk bisa bersaing ketat dengan CDU alias apalagi menjadi nan pertama. Pesta malam pemilihan AfD sedikit kurang meriah meskipun mereka meraih kemenangan dalam pemilu.

Tidak ada opsi baru untuk AfD.

Dalam debat di televisi pasca pemilu dengan kandidat dari partai-partai utama, Merz mengulangi penolakannya terhadap AfD sebagai mitra koalisi nan potensial.

"Anda dapat mengulurkan tangan Anda sebanyak nan Anda suka, kami tidak bakal mengejar kebijakan nan salah untuk negara ini," katanya.

Merz mengutip perbedaan kebijakan luar negeri dan keamanan sebagai argumen utama untuk menolak kerja sama dengan AfD.

Partai sayap kanan tersebut menyerukan agar Jerman keluar dari Uni Eropa, kembali ke mata duit nasional, dan mengakhiri support militer untuk Ukraina.

Menanggapi Weidel secara langsung, Merz mengatakan: "Anda menginginkan kebalikan dari apa nan kami inginkan dan itulah argumen kenapa tidak bakal ada kerja sama."

Sementara itu, Alice Weidel telah memproyeksikan dirinya untuk menjadi calon kanselir partainya pada pemilihan berikutnya di tahun 2029.

"Kami bakal menyalip CDU/CSU. Dan kemudian kita bakal mendapatkan mandat untuk memerintah," kata Weidel di saluran televisi milik partai.

Artikel ini diadaptasi dari DW berkata Inggris.

Ayo berlangganan cuma-cuma newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu