Bukan Sekadar Nutrisi: Ilmu Di Balik Konsumsi Makanan Sehat

Sedang Trending 2 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Dalam beberapa tahun terakhir, istilah seperti superfood, herbal remedy, dan functional food semakin populer. Banyak orang mulai percaya bahwa makanan tertentu bisa menyembuhkan penyakit, memperlambat penuaan dan meningkatkan daya tahan tubuh secara alami.

"Bayam untuk tekanan darah. Kunyit untuk radang. Teh hijau untuk kanker"

Namun, seberapa ilmiah dugaan ini? Apakah betul bahwa bahan-bahan alami seperti sayuran hijau, rempah, alias superfood eksotis mempunyai pengaruh pengobatan nyata? Di sinilah pengetahuan kimia pangan dan gizi fungsional memegang peran krusial untuk membedakan antara klaim dan kenyataan.

Pangan Fungsional: Lebih dari Sekadar Mengenyangkan

Secara sederhana, pangan fungsional adalah makanan nan tidak hanya memberikan daya dan unsur gizi, tapi juga berkontribusi terhadap kesehatan di luar kegunaan dasarnya. Contohnya seperti yoghurt probiotik nan mendukung kesehatan pencernaan, kedelai nan mengandung isoflavon untuk menopausal support, alias teh hijau dan bayam nan kaya antioksidan.

Saat ini, kita tidak lagi memandang makanan hanya sebagau sumber daya alias pemenuh rasa lapar. Makanan juga dapat menjadi "obat" alami (bukan dalam makna menyembuhkan penyakit secara langsung, tetapi dalam kemampuannya menjaga, melindungi, dan meningkatkan Kesehatan tubuh.

Konsep ini bukan sekadar tren. Jepang, misalnya, sudah mengenalkan sistem Foods for Specified Health Use (FOSHU) sejak tahun 1991, nan mengklasifikasikan makanan berasas faedah kesehatannya. Di banyak negara, termasuk Indonesia, minat terhadap pangan fungsional tumbuh seiring meningkatnya kesadaran bakal pencegahan penyakit kronis.

Senyawa Bioaktif: Pahlawan Kecil dalam Makanan

Di kembali faedah pangan fungsional terdapat senyawa bioaktif-komponen kimia dalam makanan nan bukan vitamin alias mineral, tetapi berpengaruh positif bagi tubuh. Senyawa ini tidak dibutuhkan untuk memperkuat hidup secara langsung, tetapi bisa mencegah peradangan, melindungi sel dari kerusakan, hingga menekan akibat penyakit kronis seperti diabetes, kanker, dan penyakit jantung. Beberapa di antaranya nan paling dikenal antara lain:

-Flavonoid dan polifenol (pada teh hijau, buah beri, bayam): sebagai antioksidan dan anti-inflamasi
-Kurkumin (kunyit): berkarakter anti-inflamasi dan potensial sebagai antikanker
-Allicin (bawang putih): menurunkan tekanan darah dan kolesterol
-Glukosinolat (brokoli, sawi): mendukung detoksifikasi dan menghalang pertumbuhan sel kanker
-Beta-karoten (wortel, labu kuning): mendukung kesehatan mata dan daya tahan tubuh

Senyawa-senyawa ini bekerja melalui beragam mekanisme: menangkal radikal bebas, menekan inflamasi kronis, memodulasi enzim detoksifikasi, apalagi mempengaruhi ekspresi gen tertentu nan berangkaian dengan penuaan dan penyakit metabolik.

Apa Kata Ilmu Pengetahuan?

Ribuan studi telah mengeksplorasi pengaruh positif senyawa bioaktif ini-mulai dari uji laboratorium (in vitro), pada hewan, hingga uji klinis manusia. Misalnya, kurkumin terbukti bisa menghalang jalur inflamasi pada sel, dan flavonoid terbukti menurunkan tekanan darah dalam studi populasi besar.

Namun, ada tantangan nan sering luput dari perhatian publik: tidak semua senyawa bioaktif nan kita konsumsi bisa langsung memberi faedah dalam tubuh. Beberapa aspek mempengaruhi efektivitasnya, seperti:

-Dosis alami nan rendah: jumlah dalam makanan alami sering kali terlalu mini dibandingkan dosis efektif di laboratorium
-Bioavailabilitas rendah: tidak semua senyawa diserap tubuh dengan efisien. Beberapa sigap terurai alias dibuang sebelum semat memberikan efek
-Interaksi dengan makanan lain: beberapa senyawa memerlukan "pendamping" tertentu agar dapat diserap optimal. Contohnya, kurkumin (pada kunyit) dan piperin (pada lada hitam) lebih mudah diserap jika dikonsumsi berbareng lemak sehat.
-Proses pengolahan nan tepat: Tidak semua pengolahan merusak. Menumis dengan sedikit minyak bisa membantu penyerapan senyawa seperti karotenoid. Fermentasi juga dapat meningkatkan kesiapan dan aktivitas senyawa bioaktif tertentu.

Artinya, meskipun suatu bahan pangan mempunyai kandungan bioaktif, langkah konsumsi, jumlah, pengolahan, dan kombinasi dengan makanan lain bakal sangat menentukan efektivitasnya.

Makanan Bukan Obat Instan

Salah satu kekeliruan umum adalah menganggap makanan bisa menggantikan obat. Banyak nan berambisi pengaruh sigap dari konsumsi bahan alami, apalagi menggantikan terapi medis dengan jamu, jus, alias kapsul herbal.

Padahal, pengaruh pangan fungsional berkarakter jangka panjang, preventif, dan tidak menggantikan peran obat. Makan sehat hari ini tidak langsung membikin kita kebal penyakit besok, tetapi merupakan investasi perlahan nan membantu tubuh bekerja lebih optimal dalam jangka waktu panjang. Mengonsumsi bayam secara teratur mungkin membantu menjaga tekanan darah, tetapi tidak serta-merta menggantikan antihipertensi. Minum teh hijau tidak bakal mengobati kanker, tetapi bisa berkontribusi pada perlindungan sel dari kerusakan oksidatif jika dikonsumsi rutin.

Klaim berlebihan seperti "makanan menyembuhkan semua penyakit" bukan hanya menyesatkan, tapi juga bisa membahayakan ketika membikin orang menolak pengobatan medis nan sudah terbukti.

Bijak Menyikapi, Cerdas Memilih

Alih-alih mengidolakan satu jenis makanan, pendekatan terbaik adalah menerapkan pola makan seimbang dan bervariasi. Kombinasi sayuran hijau, buah-buahan, biji-bijian utuh, rempah, dan protein sehat memberikan sinergi faedah dari beragam senyawa bioaktif nan mendukung kesehatan tubuh secara optimal.

Dalam era digital saat ini, krusial bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam menyaring info nan beredar, terutama nan berasal dari media sosial alias iklan komersial, agar tidak terjebak dalam klaim nan tidak ilmiah alias berlebihan.

Dian Kurniati. Dosen Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran.

(rdp/rdp)