ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Sebuah delegasi perwira senior militer Korea Utara berangkat ke Moskow pada hari Senin (30/7), dan para analis menduga Pyongyang sedang bersiap untuk mengirimkan lebih banyak pasukan dalam beberapa minggu mendatang, untuk membantu Rusia dalam perang melawan Ukraina.
Kepala Dewan Keamanan Rusia dan mantan menteri pertahanan, Sergei Shoigu, nan mengunjungi Korea Utara bulan lampau mengatakan kepada media Rusia, Presiden Kim Jong-un telah setuju untuk mengirimkan 6.000 insinyur dan pekerja militer ke wilayah Kursk nan berbatasan dengan Ukraina. Hal ini menandai hubungan militer kedua negara nan kian erat.
Badan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS) telah mengkonfirmasi angka-angka tersebut, serta menambahkan info bahwa Korea Utara telah menyediakan lebih dari 10 juta peluru artileri dan rudal untuk Rusia. Sebagai imbalannya, Rusia menawarkan kerja sama ekonomi dan teknologi militer.
Perjanjian nan saling menguntungkan
Para analis mengatakan, perihal ini memberikan untung bagi kedua pihak dalam aliansi tersebut, dan ada kemungkinan Korea Utara bakal mengirim lebih banyak tentara untuk bertempur berbareng rekan-rekan Rusia dalam jangka panjang.
"Baik Moskow maupun Pyongyang mendapatkan apa nan mereka inginkan dari perjanjian ini," kata Yakov Zinberg, seorang guru besar hubungan internasional di Universitas Kokushikan, Tokyo.
"Kita tahu ratusan ribu orang tewas dan luka-luka dari pihak Rusia, dan pemerintah tidak mau memperluas mobilisasi ke kota-kota besar, seperti Moskow dan Sankt Peterburg, lantaran perihal itu dapat membahayakan rezim Putin di kota-kota tersebut," katanya kepada DW.
Sementara itu, dengan mengerahkan personel militer tambahan, Pyongyang mau membangkitkan semangat nasionalisme rakyat Korut.
Dalam sebuah tayangan video media pemerintah Korut, terlihat cuplikan dalam sebuah upacara pemulangan jenazah, Kim Jong-un meletakkan bendera Korea Utara di atas peti meninggal prajuritnya nan gugur dalam pertempuran.
Meskipun klip video tersebut hanya menunjukkan enam peti mati, laporan intelijen Barat menginformasikan 11.000 tentara Korea Utara terlibat dalam perang Rusia-Ukraina, sekitar 6.000 di antaranya telah tewas, terluka, alias ditangkap.
Rekaman video itu juga menunjukkan Kim nan menangis dalam sebuah aktivitas budaya berbareng dengan Rusia di Pyongyang pada hari Sabtu (28/6), dalam peringatan satu tahun penandatanganan pakta militer bilateral dengan pemimpin Rusia, Vladimir Putin.
Pasukan Korea Utara 'membantu rezim Putin'
Meski Pyongyang menggunakan pengerahan pasukan tambahan sebagai perangkat propaganda, kehadiran pasukan Korea Utara adalah 'anugerah' bagi pemerintah dan penduduk Rusia.
"Mayoritas dari mereka nan menjalani wajib militer di Rusia berasal dari wilayah federasi Rusia (dengan etnis non Rusia), sedikit di sana nan menentang mobilisasi ini, tetapi ketika saya berbincang dengan orang-orang Rusia, mereka selalu mengatakan takut bakal adanya mobilisasi lagi," kata Zinberg, nan berasal dari Saint Petersburg.
"Ketika pemerintah mengumumkan, 6.000 tentara Korea Utara bakal dikerahkan ke garis terdepan, mereka mengatakan sekarang dapat bersantai lantaran tahu bahwa mereka aman," katanya. "Jadi, mengirim pasukan Korea Utara sebenarnya membantu rezim Vladimir Putin."
Zinberg menjelaskan lebih jauh, tentara Korea Utara ini digunakan Rusia untuk "menakuti" sekutu-sekutu Eropa Ukraina nan berambisi Rusia bakal kehabisan tenaga dan materi dengan lebih cepat. Dengan mempunyai sekutu bersenjata nuklir di Asia Timur juga bakal membikin AS, Korea Selatan, dan Jepang waspada.
Ra Jong-yil, seorang mantan diplomat dan perwira intelijen senior Korea Selatan, mengatakan "alasan mendasar" kenapa Korea Utara setuju mengirimkan lebih banyak pasukan, adalah lantaran kerugian bsar nan telah dialami Rusia di front paling depan.
"Tampaknya sebagian dari pasukan ini juga bakal digunakan sebagai pekerja untuk membangun kembali prasarana di wilayah nan sukses diduduki Rusia, nan merupakan skill pasukan Korea Utara," katanya.
Ra memperkirakan, Korea Utara bakal "terus mengirimkan lebih banyak personel apalagi setelah pertempuran berakhir, lantaran Rusia tetap bakal sangat kekurangan tenaga kerja untuk membangun kembali daerah-daerah hancur akibat pertempuran."
Apakah membantu Rusia menjamin kelangsungan rezim Pyongyang?
Penilaian intelijen menunjukkan, Rusia telah bayar Korea Utara dengan bahan bakar, makanan, dan akses ke peralatan militer canggih nan sebelumnya susah didapat oleh Pyongyang, lantaran rezim itu berada di bawah embargo dan hukuman PBB nan ketat atas program rudal nuklirnya.
Keuntungan lain bagi Pyongyang adalah meningkatkan statusnya sebagai sekutu krusial kekuatan global. Aliansinya dengan Rusia juga kian mendekatkannya dengan Cina, nan selama ini menjadi mitra dan pelindung rezim Kim.
"Mereka menyukai status sebagai kawan Rusia," kata Zinberg.
"Dan saya memperkirakan, Pyongyang bakal terus dekat dengan Moskow apalagi setelah perang berakhir, menawarkan pasukan dan pekerja, lantaran mereka tahu itu bisa memberi mereka hadiah nan setimpal untuk menopang rezim di Korut dan memastikan keberlangsungannya."
Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Sorta Caroline
Editor: Agus Setiawan
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini