Pakar: Ketika Rakyat Indonesia Bangkit Melawan Dpr, Dunia Patut Memperhatikan

Sedang Trending 1 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

loading...

Bangkai mobil berjejer usai terjadi pembakaran oleh massa di Kantor Polres Jakarta Timur, Sabtu (30/8/2025). Foto/SINDOnews.com/Isra Triansyah

JAKARTA - Pakar ASEAN, Phar Kim Beng, mengatakan bumi internasional patut memperhatikan dengan saksama ketika rakyat Indonesia bangkit melawan arogansi para politisi Parlemen. Alasannya, stabilitas alias ketidakstabilan bisa berakibat pada ekonomi global.

"Dunia mengabaikan Indonesia bakal sangat berbahaya. Dengan lebih dari 275 juta penduduk, stabilitas alias ketidakstabilannya bergaung di seluruh ASEAN, Indo-Pasifik, dan ekonomi global. Indonesia menjadi jangkar rantai pasokan, jalur perdagangan maritim, dan negosiasi iklim. Jika perjanjian sosialnya mulai terurai, gelombang kejut tidak bakal memperkuat di dalam wilayahnya," tulis Phar Kim Beng dalam tulisan opininya di MalayMail, Minggu (31/8/2025).

Phar Kim Beng adalah Profesor Studi ASEAN di Universitas Islam Internasional Malaysia dan Direktur Institut Internasionalisasi dan Studi ASEAN (IINTAS).

Baca Juga: Demo Ricuh di Indonesia Jadi Sorotan Dunia, Kedutaan Asing Keluarkan Imbauan

Dalam artikelnya, master ini menyoroti ketahanan rakyat Indonesia nan sungguh luar biasa pada hari-hari biasa. Dengan bayaran nan pas-pasan—rata-rata tidak melampaui USD320 (Rp5,2 juta) per bulan—jutaan anak muda berjuang keras mencari pekerjaan di tengah ekonomi nan susah mengimbangi aspirasi mereka.

Ritme kehidupan sehari-hari di desa dan kota seringkali menggambarkan kedamaian, kesabaran, dan daya tahan nan tabah. Namun, menurutnya, gambaran itu sekarang telah hancur.


Parlemen nan Tak Tersentuh

Pada 25 Agustus 2025, 580 personil Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia dengan bunyi bulat menyetujui penghasilan dan tunjangan dengan total lebih dari Rp100 juta per bulan.

Menurut Phar Kim Beng, bagi populasi muda nan usia rata-ratanya baru 23 tahun, keputusan itu terasa seperti hinaan nan dibalut arogansi. Di mata rakyat Indonesia, keputusan itu bukan sekadar kenaikan gaji, tetapi simbol mendalam tentang sungguh tak tersentuhnya para pemimpin mereka.