Pandangan Dosen FISIP Universitas Indonesia Terhadap Kompetisi Pilkada Mendatang
Menurut Aditya Perdana, seorang dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), jika petahana dianggap memiliki peluang yang tinggi untuk memenangkan pilkada, maka kemungkinan akan sedikit atau bahkan tidak ada lawan yang akan mencalonkan diri sebagai pesaing.
Aditya menyatakan bahwa terbentuknya koalisi dalam pemilihan kepala daerah tidak sesuai dengan koalisi dalam pemilihan presiden 2024. Dalam konteks pencapresan, koalisi yang terbentuk mungkin berbeda atau tidak relevan dengan keadaan setiap daerah karena distribusi kekuatan legislatif dari Pemilu legislatif 2024 tidak sejalan dengan hasil di tingkat pusat. Dosen yang mengajar Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi pembentukan koalisi.
Akibatnya, setiap partai politik kemungkinan telah memberi perintah kepada setiap daerahnya untuk menjadi lebih terbuka dalam menjalin aliansi dengan siapa pun. Di samping itu, dampak tokoh lokal yang memiliki kekuasaan baik dalam hal sosial, ekonomi, politik, maupun budaya akan membentuk struktur dalam proses pencalonan. Hal ini menyebabkan fakta bahwa para elit politik nasional dan lokal akan mempertimbangkan secara khusus pengaruh tokoh agama, adat, atau pebisnis yang berpengaruh sebelum mereka memutuskan untuk mendukung siapa dalam koalisi tersebut.
Di Pulau Jawa, Khofifah sangat mungkin menjadi petahana yang dominan dalam pemilihan provinsi Jawa Timur. Ada kemungkinan bahwa sebagian besar partai politik akan berkumpul untuk menyatukan dukungan mereka kepada Khofifah.
Di sisi lain, saya percaya bahwa provinsi-provinsi seperti Banten, Jakarta, Jabar, dan Jateng mungkin akan menghadapi persaingan yang lebih sengit. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan incumben yang berpengaruh dan dominan berdasarkan kondisi politik saat ini. Namun, Ridwan Kamil dari Jawa Barat dan Anies Baswedan dari Jakarta berencana untuk mengikuti kontes Pilkada mendatang. Oleh karena itu, kemungkinan partisipasi oleh peserta akan sangat besar.
Namun, perlu diingat bahwa semua calon peserta pilkada yang harus diwaspadai adalah pejabat kepala daerah. Dalam hal regulasi, secara tegas dinyatakan bahwa mereka harus tetap netral dan harus mengundurkan diri dari posisinya jika mereka ingin mencalonkan diri.
Tapi, pejabat sementara ini berpotensi untuk menyemarakkan persaingan jika mereka dapat dengan cepat memenangkan simpati dan dukungan masyarakat berkat kinerja positif yang ternyata tidak dimiliki oleh pejabat sebelumnya. Saya rasa, ini akan menjadi dilema bagi pejabat sementara dan elit partai politik yang ingin mencalonkan para pejabat ini.
Leave a Comment