Saingi Trump, Liga Arab Susun Rencana Rekonstruksi Gaza

Sedang Trending 2 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Awal pekan ini, mantan Presiden AS Donald Trump membagikan sebuah video di media sosial nan dengan sigap menjadi viral. Video nan dibuat dengan kepintaran buatan generatif itu menampilkan gambaran kontroversial tentang masa depan Jalur Gaza menurut "visi" Trump.

Dalam video itu berdiri megah sebuah patung emas raksasa Trump, sementara Elon Musk tampil berbareng anak-anak Palestina melemparkan lembaran mata duit dolar ke udara. Pada segmen lain, Trump terlihat bersantai tanpa baju di sebuah resor di tepi pantai, ditemani Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dengan dilatari musik berlirik, "tak ada lagi terowongan, tak ada lagi ketakutan, Trump Gaza akhirnya telah tiba."

Video ini muncul setelah Trump mengusulkan agar AS mengambil alih Gaza dan mengubahnya menjadi "Riviera di Timur Tengah." Rencana tersebut mencakup pemindahan sekitar 2 juta penduduk Palestina ke negara lain, terutama Mesir dan Yordania. Gagasan ini sontak memicu kecaman internasional. PBB memperingatkan bahwa langkah itu dapat dikategorikan sebagai pembersihan etnis.

Klip buatan AI ini memicu kemarahan, bukan hanya lantaran mengabaikan penderitaan rakyat Palestina, tetapi juga lantaran kembali menyoroti khayalan "Riviera" milik Trump di tengah upaya mencari solusi nan lebih realistis.

Hingga kini, lebih dari 60% gedung di Gaza hancur akibat operasi militer Israel nan diluncurkan sebagai respons atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Serangan tersebut menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan sekitar 250 orang disandera ke Gaza. Sejak saat itu, operasi militer Israel telah merenggut nyawa sekitar 48.000 penduduk Palestina.

Sementara itu, laporan terbaru Bank Dunia memperkirakan bahwa Gaza memerlukan biaya sebesar USD53,2 miliar untuk pemulihan dan rekonstruksi dalam satu dasawarsa ke depan. Sebanyak USD20 miliar diperlukan dalam tiga tahun pertama untuk memulihkan jasa esensial, membangun kembali prasarana dan mendukung pemulihan ekonomi.

Rencana pengganti melawan Trump

Mesir telah menyatakan bakal mempertimbangkan tingginya kebutuhan pendanaan saat Liga Arab berjumpa untuk pertemuan puncak darurat rekonstruksi Gaza di Kairo pada tanggal 4 Maret.

"Mesir jelas-jelas bermaksud untuk mengusulkan rencana pengganti terhadap usulan Trump untuk Gaza," kata Riccardo Fabiani, kepala proyek Afrika Utara di lembaga pemikir, International Crisis Group, kepada DW. "Dua prinsip usulan rekonstruksi berbareng Arab untuk Gaza adalah strategi politik masa depan nan didasarkan pada solusi dua negara, dan tanpa ada usulan pemindahan masyarakat Palestina setempat."

Tapi rencana nan dihasilkan dari KTT 4 Maret mendatang dipercaya bakal menghadapi beragam keterbatasan. "Tidak banyak opsi nan bisa diterima oleh Amerika Serikat dan Israel," ujar analis politik Fabiani.

Israel secara tegas menyatakan bahwa mereka tidak mendukung pembentukan negara Palestina nan merdeka.

"Para pemimpin Arab kemungkinan bakal mengusulkan pembentukan komite teknokrat untuk mengawasi upaya rekonstruksi Gaza," lanjut Fabiani. Namun, komite nan berisi insinyur, arsitek, ekonom, dan perencana tersebut juga kudu mendapat persetujuan dari otoritas resmi di Gaza, ialah Hamas.

"Bagi Mesir, krusial agar Hamas tidak terlibat secara langsung, tetapi tetap diajak berkonsultasi dalam upaya rekonstruksi," ujar Fabiani. "Sementara itu, Israel tidak mau memandang peran Hamas sama sekali, dan Amerika Serikat juga sangat skeptis."

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Hambatan besar

Nathan Brown, guru besar pengetahuan politik dan hubungan internasional di Universitas George Washington, menilai bahwa proposal berbareng negara-negara Arab adalah pendapat nan "sangat kuat dalam teori."

"Jika bumi Arab berasosiasi di kembali satu proposal nan menyatakan, 'Kami bakal membantu rekonstruksi Gaza, kami bakal membantu normalisasi hubungan Israel-Saudi, dan kami bakal membangun area nan stabil,' maka susah bagi pemerintahan AS untuk menolaknya," katanya kepada DW.

Namun, dalam praktiknya bakal ada banyak hambatan. "Yang pertama: Presiden AS sendiri dikenal tidak dapat diprediksi. Selain itu, tetap ada penolakan dari sekutu sayap kanan Israel dalam pemerintahan AS," kata Brown. "Kedua, Israel adalah penghalang utama di sini."

Menurut Brown, "Setiap inisiatif Arab nan memperlakukan Palestina sebagai entitas nasional kudu kuat dan bisa meyakinkan opini publik Israel." Atau, mereka kudu mendorong AS untuk menekan Israel secara intensif.

"Terakhir, ada halangan internal di bumi Arab," tambahnya. "Negara-negara ini belum pernah betul-betul mempunyai tujuan strategis nan jelas dan mengejarnya secara konsisten. Kemungkinan mereka bisa melakukannya sekarang juga sangat kecil."

Secercah Harapan di Tengah Ketidakpastian?

Meski penuh tantangan, situasi saat ini bisa menjadi peluang, kata Sigrid Kaag, Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah. Di hadapan Dewan Keamanan PBB pekan ini, dia menegaskan proses tenteram di Gaza berpotensi menjadi "kesempatan terakhir untuk mencapai solusi dua negara."

Tahap pertama dari gencatan senjata rentan antara Israel dan Hamas bakal berhujung pada 1 Maret, sementara rincian tahap berikutnya tetap dibahas. Kaag menyerukan kepada kedua belah pihak untuk menghindari kembalinya perang dengan segala cara.

Dengan KTT darurat Liga Arab nan dijadwalkan pada 4 Maret, Kairo berpotensi memanfaatkan momentum untuk mengusulkan pendekatan dua tahap, kata Fabiani dari International Crisis Group kepada DW.

"Mengingat ketidakjelasan mengenai ruang kompromi dan manuver politik, saya percaya Mesir bisa memprioritaskan rekonstruksi terlebih dahulu, kemudian proses politik nan pada akhirnya bakal mengarah pada pembentukan negara Palestina di samping Israel," pungkasnya.

Diadaptasi dari tulisan DW berkata Inggris

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu