ARTICLE AD BOX
Washington DC -
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberi libur kepada wartawan di Voice of America dan lembaga penyiaran lain nan didanai AS. Dia tiba-tiba membekukan media nan telah berdiri selama puluhan tahun nan telah lama dianggap krusial untuk melawan serangan info Rusia dan China.
Dilansir AFP, Minggu (16/3/2025), ratusan staf di VOA, Radio Free Asia, Radio Free Europe, dan media lain menerima email akhir pekan nan isinya menyatakan mereka bakal dilarang masuk ke instansi dan kudu menyerahkan kartu pers serta perlengkapan nan disediakan kantor.
Trump, nan telah mengecam keras badan support dunia AS dan Departemen Pendidikan, pada hari Jumat mengeluarkan perintah pelaksana nan mencantumkan Badan Media Global AS sebagai salah satu 'elemen birokrasi federal nan telah ditetapkan presiden sebagai tidak diperlukan'.
Pendukung Trump nan antusias dan ditugaskan memimpin badan media tersebut, Kari Lake, mengatakan dalam email kepada media tersebut bahwa duit hibah federal tidak lagi melaksanakan prioritas badan tersebut. Gedung Putih mengatakan pemotongan itu dilakukan agar para pembayar pajak tidak lagi terikat pada 'propaganda radikal' nan menandai perubahan nada dramatis terhadap jaringan media dengan tujuan memperluas pengaruh AS di luar negeri.
Pejabat pers Gedung Putih Harrison Fields menulis 'selamat tinggal' di X dalam 20 bahasa, sebuah sindiran terhadap liputan multibahasa media tersebut. Direktur VOA Michael Abramowitz mengatakan dia termasuk di antara 1.300 staf nan diberhentikan pada hari Sabtu (15/3).
"VOA memerlukan reformasi nan matang, dan kami telah membikin kemajuan dalam perihal itu. Namun tindakan hari ini bakal membikin Voice of America tidak dapat melaksanakan misi vitalnya," katanya di FB nan mencatat bahwa liputannya -- dalam 48 bahasa -- telah menjangkau 360 juta orang setiap minggu.
Pimpinan Radio Free Europe/Radio Liberty, nan mulai menyiarkan ke blok Soviet selama Perang Dingin, menyebut pembatalan pendanaan sebagai 'hadiah besar bagi musuh-musuh Amerika'.
"Para ayatollah Iran, pemimpin komunis China, dan para otokrat di Moskow dan Minsk bakal merayakan kehancuran RFE/RL setelah 75 tahun," kata pemimpin RFE, Stephen Capus, dalam sebuah pernyataan.
Media nan didanai AS telah mengubah orientasi mereka sejak berakhirnya Perang Dingin, dengan menghentikan sebagian besar program nan ditujukan untuk negara-negara Eropa Tengah dan Timur nan baru demokratis dan berfokus pada Rusia dan China. Media nan didanai negara China telah memperluas jangkauan mereka secara tajam selama dasawarsa terakhir, termasuk dengan menawarkan jasa cuma-cuma kepada outlet di negara-negara berkembang nan semestinya bayar instansi buletin Barat.
Radio Free Asia, nan didirikan pada tahun 1996, memandang misinya sebagai penyediaan pelaporan tanpa sensor ke negara-negara tanpa media bebas termasuk China, Myanmar, Korea Utara, dan Vietnam. Outlet tersebut mempunyai firewall editorial dengan agunan independensi nan dinyatakan meskipun ada pendanaan pemerintah.
Kebijakan tersebut telah membikin marah beberapa orang di sekitar Trump, nan telah lama mencela media dan menyarankan agar outlet nan didanai pemerintah mempromosikan kebijakannya. Langkah untuk mengakhiri media nan didanai AS kemungkinan bakal menghadapi tantangan, seperti pemotongan besar-besaran Trump lainnya.
Kongres, bukan presiden, mempunyai kekuasaan konstitusional atas finansial dan Radio Free Asia khususnya telah menikmati support bipartisan di masa lalu. Selain itu, golongan pembelaan Reporters Without Borders mengecam keputusan tersebut dengan mengatakan bahwa perihal itu menakut-nakuti kebebasan pers di seluruh bumi dan meniadakan 80 tahun sejarah Amerika dalam mendukung arus info nan bebas.
Gregory Meeks, politikus Demokrat tingkat atas di Komite Urusan Luar Negeri DPR, dan personil kongres senior Demokrat Lois Frankel mengatakan dalam sebuah pernyataan berbareng bahwa langkah Trump bakal menyebabkan kerusakan nan memperkuat lama pada upaya AS untuk melawan propaganda di seluruh dunia. Seorang tenaga kerja VOA, nan meminta untuk tidak disebutkan namanya, menggambarkan pesan hari Sabtu sebagai 'contoh sempurna dari kekacauan dan sifat proses nan tidak siap' dengan staf VOA berasumsi bahwa program nan dijadwalkan dibatalkan tetapi tidak diberitahu secara langsung.
Seorang tenaga kerja Radio Free Asia berbicara perihal ini bukan hanya tentang kehilangan penghasilan.
"Kami mempunyai staf dan kontraktor nan takut bakal keselamatan mereka. Kami mempunyai wartawan nan bekerja di bawah radar di negara-negara otoriter di Asia. Kami mempunyai staf di AS nan takut dideportasi jika visa kerja mereka tidak bertindak lagi. Melenyapkan kami dengan goresan pena sungguh mengerikan," ujar staf tersebut.
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu