Direktur Rs Indonesia Di Gaza Tewas, Rudal Israel Mengincar Kamarnya

Sedang Trending 5 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, nan juga berprofesi sebagai dokter, Marwan Al-Sultan, tewas dalam serangan udara Israel, Rabu (02/07). Dalam serangan itu, istri dan beberapa anaknya juga tewas.

Anak wanita Al-Sultan, Lubna, berbicara rudal pesawat tempur F-16 menargetkan bilik ayahnya.

"Persis di tempat dia berada, tepat mengarah kepadanya," kata Lubna kepada instansi buletin Associated Press.

"Semua bilik di rumah itu utuh selain kamarnya nan terkena rudal," ucapnya.

Terkait serangan udara itu, otoritas militer Israel (IDF) membikin klaim rudal mereka menyasar "teroris utama" dari Hamas di wilayah Gaza. IDF menyatakan prihatin pada penduduk sipil nan terluka dan berjanji "akan memitigasi akibat semaksimal mungkin".

Putri master Al-Sultan menyatakan ayahnya tidak terlibat dengan golongan milisi manapun.

"Dia hanyalah orang nan mencemaskan semua pasien nan dia rawat selama perang," ujarnya.

Dokter Al-Sultan adalah kepala Rumah Sakit Indonesia, nan dinyatakan tidak lagi beroperasi. Penyebabnya, merujuk PBB, adalah "serangan Israel nan berulang dan kerusakan struktural nan berkelanjutan".

IDF pada beragam kesempatan mengakui telah melancarkan serangan ke rumah sakit itu. Alasan nan mereka ajukan, rumah sakit itu merupakan bagian dari "infrastruktur golongan teror".

Tuduhan itu telah berulang kali dibantah otoritas kesehatan Gaza, golongan pekerja medis lintas negara, dan juga PBB.

Menurut laporan PBB, tidak ada lagi rumah sakit nan berfaedah di wilayah Gaza utara, termasuk Rumah Sakit Indonesia.

Rumah Sakit Indonesia di Gaza dibangun sejak 2011 dengan biaya nan berasal dari bantuan masyarakat serta sejumlah organisasi di seperti Palang Merah Indonesia dan Muhammadiyah. Donasi itu dikumpulkan oleh Medical Emergency Rescue Commitee (Mer-C).

"Rumah sakit ini sangat krusial bagi kedua negara, ialah momentum dan simbol kerja sama dan persahabatan antara Indonesia dan Palestina lantaran Palestina selalu ada di hati kita," kata Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia, saat seremoni simbolis di Jakarta, Januari 2016.

Warga Palestina di letak serangan Israel terhadap tenda penampungan pengungsi di Khan Younis.ReutersWarga Palestina di letak serangan Israel terhadap tenda penampungan pengungsi di Khan Younis.

Kementerian Luar Negeri Indonesia mengecam serangan Israel nan menewaskan master Al-Sultan, dalam pernyataan resmi, Kamis (03/07).

"Indonesia mengapresiasi jasa, komitmen, dan perjuangan beliau bagi kemanusiaan serta bagi perdamaian di Palestina," demikian pernyataan resmi tersebut.

Profil dan rekam jejak master Al-Sultan

Selain menjabat sebagai orang nomor satu di Rumah Sakit Indonesia di Gaza, master Al-Sultan juga berstatus master kardiologi intervensional.

Lembaga kemanusiaan Mer-C menyebut Al-Sultan "tanpa henti memimpin Rumah Sakit Indonesia di bawah situasi nan sulit, menyediakan jasa medis krusial bagi rakyat Palestina meskipun terus-menerus menghadapi ancaman serangan udara Israel dan keterbatasan sumber daya nan parah".

Saat Israel memblokade rumah sakit itu pada Desember 2024, master Al-Sultan keluar dari kompleks akomodasi medis tersebut.

Walau begitu, Al-Sultan tetap tinggal di Gaza utara. Dia sempat kembali bekerja di meja operasi selama periode gencatan senjata, Januari 2025.

Merujuk catatan Mer-C, selama memimpin Rumah Sakit Indonesia Al-Sultan menjalin kerja sama dengan beragam badan kemanusiaan dari beragam negara, antara lain dari Kerajaan Bersatu (United Kingdom), Belanda, Belgia, Kanada, dan Spanyol.

"Di bawah kepemimpinannya, Rumah Sakit Indonesia menjadi pusat perawatan kesehatan nan vital, bukan sasaran militer seperti nan dituduhkan secara keliru oleh narasi Israel," begitu pernyataan Mer-C.

Bagaimana situasi terakhir di Gaza?

Di seluruh Gaza, sedikitnya 139 orang tewas akibat operasi militer Israel dalam 24 jam sebelum tengah hari pada hari Rabu, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Di wilayah al-Mawasi di Khan Younis, sedikitnya lima orang tewas. Terdapat pula anak-anak nan terluka dalam serangan Israel ke tenda nan menampung pengungsi, merujuk laporan sejumlah instansi berita.

Keluarga dari korban tewas mengatakan, serangan itu terjadi pada pukul 00:40 waktu setempatsaat para korban sedang tidur.

Seorang penduduk berjulukan Tamam Abu Rizq berbicara kepada AFP, serangan itu "membuat guncangan seperti gempa bumi". Dia "keluar dan menemukan tenda terbakar".

Daerah al-Mawasi dinyatakan sebagai "zona aman" oleh militer Israel. Namun PBB menyebut 80% wilayah Gaza adalah area militer Israel alias berada di bawah perintah evakuasi.

"Para pengungsi datang ke sini dan mengira wilayah ini adalah wilayah aman, tapi mereka terbunuh... Apa nan kesalahan mereka?" kata Abu Rizq.

Di tempat kejadian, dikelilingi oleh reruntuhan dan tumpukan barang-barang pribadi, seorang laki-laki mengangkat sebungkus popok dan berseru, "Apakah ini senjata?"

gaza, palestina, israelReutersDi Rumah Sakit Nasser, penduduk bersungkawa atas kematian kerabat mereka nan tewas dalam serangan Israel ke sebuah tenda, Rabu (02/07).

Video nan direkam oleh instansi buletin AFP menunjukkan orang-orang turun dari mobil di depan Rumah Sakit Nasser di Khan Younis. Mereka bergegas masuk ke rumah sakit itu sembari menggendong anak-anak nan bergelimang darah.

Di dalam rumah sakit, anak-anak mini menangis saat master merawat luka mereka.

Dalam video AFP lainnya, sejumlah wanita terlihat menangis di atas jenazah kerabat mereka dalam pemakaman di rumah sakit tersebut.

"Siapa pun dari kepercayaan apa pun kudu mengambil tindakan dan berkata: Cukup! Hentikan perang ini!" kata Ekram al-Akhras, nan kehilangan beberapa sepupunya dalam salah satu serangan tersebut.

Di Kota Gaza, empat orang lainnya dari family nan sama tewas dalam serangan udara Israel di sebuah rumah.

Keempat orang nan tewas adalah Ahmed Ayyad Zeno, istrinya Ayat Zeno, dan putri mereka, Zahra Zeno dan Obaida Zeno, menurut instansi buletin Palestina WAFA.

BBC telah menghubungi IDF untuk memberikan komentar tentang kedua peristiwa itu, tapi belum mendapat jawaban.

'Anak-anak Gaza berambisi terbunuh berbareng orang tua mereka'

Rachel Cummings, nan bekerja di Gaza berbareng Save the Children, berbicara bahwa di tempat-tempat ramah anak milik lembaga kebaikan tersebut, banyak anak-anak Gaza "berharap untuk mati" agar dapat tetap berbareng ibu alias ayah mereka nan telah terbunuh alias agar dapat memperoleh makanan dan air.

Suhu di Gaza dalam beberapa hari terakhir mencapai 30 derajat Celsius.

Sejumlah orang nan tak lagi mempunyai tempat tinggal sekarang tinggal di tenda-tenda. Mereka berbicara bahwa mereka berjuang untuk tetap merasa sejuk, meski tanpa listrik alias kipas angin dan akses nan terbatas terhadap air.

Warga berjulukan Reda Abu Hadayed berkata, mereka menghadapi suhu panas nan "tak terlukiskan". Banyak anak tidak bisa tidur, tuturnya.

"Mereka menangis sepanjang hari hingga mentari terbenam, ketika suhu turun sedikit, lampau mereka tidur," katanya.

"Ketika pagi tiba, mereka mulai menangis lagi lantaran panas."

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini