ARTICLE AD BOX
loading...
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengungkapkan Turki bisa menyelamatkan Uni Eropa. Foto/X/@RTErdogan
ISTANBUL - Hanya keanggotaan penuh Turki di UE nan dapat menyelamatkan blok tersebut dari kemunduran nan tak terelakkan. Itu diungkapkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Upaya Ankara untuk berasosiasi dengan UE telah berada dalam ketidakpastian selama nyaris satu dasawarsa lantaran kegagalannya memenuhi standar UE di sejumlah bidang.
Erdogan Klaim Hanya Turki nan Mampu Selamatkan Uni Eropa, Berikut 3 Alasannya
1. Turki Memberi Jalur Hidup bagi Ekonomi UE
Dalam pidato nan disiarkan televisi setelah rapat kabinet di Ankara, Erdogan menyatakan bahwa keanggotaan Turki dapat "menyelamatkan Uni Eropa dari kebuntuannya, mulai dari ekonomi hingga pertahanan dan dari politik hingga kedudukan internasional." Ia menambahkan bahwa Turki dapat memberikan "jalur hidup" bagi ekonomi dan tenaga kerja UE nan menua.
Erdogan mendesak UE untuk mengakui situasi ini sesegera mungkin dan tidak melanjutkan kesalahan lama nan sama. "Seperti biasa, kami mau memajukan proses keanggotaan kami berasas pada faedah dan rasa hormat bersama, dengan pendekatan nan konstruktif," katanya, dengan argumen bahwa hasil nan sigap dapat dicapai jika UE menunjukkan kemauan politik.
Baca Juga: Efisiensi Tanpa Henti, Menggelorakan Revolusi Sayap Kanan
2. UE Dihancurkan Politik Sayap Kanan
Menurut presiden Turki, UE juga dirundung masalah politik dalam negeri. Demokrasi liberal, nan dulunya merupakan "ideologi nan paling memikat," sekarang menghadapi krisis serius, dengan kekosongan nan diisi oleh "para demagog sayap kanan," katanya, sembari menunjuk pada keberhasilan elektoral partai-partai sayap kanan di UE baru-baru ini.
Dengan perubahan arah politik di UE, Erdogan menyatakan kekhawatiran tentang apa nan disebutnya sebagai kebangkitan aktivitas anti-imigran dan Islamofobia di Eropa, dengan memperingatkan bahwa Turki "memantau dengan saksama" situasi tersebut untuk memastikan bahwa kekuatan sayap kanan tidak menakut-nakuti penduduk negara Turki alias organisasi Muslim lainnya di blok tersebut.
3. Keanggotaan UE bagi Turki Adalah Kepentingan Strategis
Turki mengusulkan permohonan untuk berasosiasi dengan UE pada tahun 1987 dan memperoleh status kandidat pada tahun 1999; negosiasi aksesi dimulai pada tahun 2005. Akan tetapi, proses tersebut pada dasarnya telah ditangguhkan sejak tahun 2016 lantaran beragam hambatan nan signifikan, termasuk kekhawatiran atas kewenangan asasi manusia, standar demokrasi, dan beragam masalah nan belum terselesaikan mengenai Siprus.
Pada tahun 2018, UE menyatakan bahwa Ankara “telah semakin menjauh dari Uni Eropa” dan bahwa perundingan telah “secara efektif terhenti.” Meskipun demikian, Turki tetap menyatakan bahwa keanggotaan UE tetap menjadi “tujuan strategis.”
Kekuatan sayap kanan secara berjenjang telah memperoleh kekuatan di seluruh UE selama dasawarsa terakhir, sebuah tren nan telah diperburuk oleh meningkatnya migrasi.
Dalam pemilihan federal Jerman baru-baru ini, partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) memperoleh 20,8% suara, menjadi partai terbesar kedua di Bundestag. Sementara itu, Jerman merupakan rumah bagi diaspora Turki nan signifikan, diperkirakan sekitar 1,5 juta orang.
(ahm)