ARTICLE AD BOX
loading...
Generasi muda Korea Selatan tak lagi tertarik dengan Reunifikasi dengan Korea Utara. Foto/X/@deulkilkka22259
SEOUL - Generasi muda di Korea Selatan semakin acuh tak acuh terhadap pendapat reunifikasi dengan Korea Utara. Mereka menganggap reunifikasi sebagai beban ekonomi dan tidak relevan secara politik bagi masa depan mereka.
Pergeseran ini terjadi meskipun telah terjadi beberapa dasawarsa upaya pendekatan politik dan normalisasi sejak gencatan senjata tahun 1953 nan mengakhiri pertempuran aktif dalam Perang Korea.
Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II dan berakhirnya kekuasaan kolonialnya atas Korea, semenanjung Korea terbagi antara wilayah pengaruh AS dan Soviet.
Pada tahun 1948, Korea Utara mendeklarasikan kemerdekaan di bawah Kim Il-sung, sementara Korea Selatan, nan didukung oleh Washington, didirikan sebagai republik.
Perang Korea meletus pada tahun 1950 ketika Korea Utara menginvasi Korea Selatan, nan menyebabkan bentrok sengit selama tiga tahun. Perang berhujung pada tahun 1953 dengan perjanjian gencatan senjata nan ditandatangani di Panmunjom, tetapi tidak ada perjanjian tenteram nan menyusul, sehingga kedua Korea secara teknis tetap berperang.
Meskipun beberapa periode detente telah terjadi, termasuk pertemuan puncak simbolis dan kerja sama perdagangan, periode tersebut kandas menghasilkan perdamaian permanen alias jalan menuju reunifikasi.
Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung, nan menjabat awal tahun ini, telah mengisyaratkan minatnya untuk menghidupkan kembali dialog.
“Jalan terkuat menuju keamanan adalah membangun bangsa nan tidak bakal pernah perlu bertempur -- dengan membangun perdamaian,” kata Lee dalam pidato publiknya.