Rusia Sebut Pemimpin Uni Eropa Adalah 'anjing' Yang Penyayang, Berikut 3 Penyebabnya

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

loading...

Rusia sebut pemimpin Uni Eropa adalah anjing nan penyayang. Foto/Xinhua/Zhao Dingzhe

MOSKOW - Penasihat kebijakan luar negeri Presiden Vladimir Putin, Yury Ushakov, telah menggemakan komparasi pemimpin Rusia itu tentang pemimpin Eropa dengan anak anjing. Itu mengomentari seberapa sigap mereka beranjak mendukung dorongan AS untuk gencatan senjata dalam bentrok Ukraina.

Bulan lalu, Putin meramalkan bahwa politisi Eropa, nan "dengan senang hati melaksanakan perintah apa pun dari presiden di Washington" di bawah pendahulu Presiden Donald Trump, Joe Biden, bakal segera mengikuti perubahan kebijakan AS. Mengingat "karakter dan kegigihan" Trump, mereka semua bakal segera "berdiri di kaki tuannya dan dengan lembut mengibaskan ekor mereka," kata presiden Rusia.

Rusia Sebut Pemimpin Uni Eropa Adalah 'Anjing' nan Penyayang, Berikut 3 Penyebabnya

1. Tunduk kepada Donald Trump

Dalam wawancara pada hari Jumat dengan wartawan TV Russia 1 Pavel Zarubin, Ushakov diminta untuk mengomentari perubahan terbaru para pemimpin Eropa untuk mendukung gencatan senjata 30 hari nan diusulkan AS setelah bertahun-tahun memberikan support militer nan stabil ke Kiev. Semuanya melangkah seperti nan digambarkan Putin "dengan jelas", kata ajudan presiden tersebut.

"Dia menggambarkannya seolah-olah mereka bakal seperti anjing nan penuh kasih sayang di kaki tuannya. Kira-kira seperti itulah nan terjadi sekarang," kata Ushakov.

Baca Juga: Proposal Mesir untuk Gaza 2030 Persatukan Negara-negara Arab

2. Menerima Gencatan Senjata Versi Donald Trump

Setelah pertemuan virtual para pemimpin Eropa pada hari Jumat, Prancis dan Inggris menuntut agar Rusia menerima gencatan senjata 30 hari nan disetujui oleh Ukraina dan AS selama pembicaraan bilateral di Arab Saudi awal minggu ini.

“Rusia sekarang kudu menerima” kesepakatan gencatan senjata, tulis Presiden Prancis Emmanuel Macron di X. Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mengatakan kepada pers bahwa Moskow kudu menerima gencatan senjata tanpa syarat. “Ukraina telah menetapkan posisi mereka. Sekarang giliran Rusia untuk menerimanya,” katanya.

Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev menolak ultimatum tersebut, memberi tahu Inggris dan Lammy secara pribadi untuk “menyingkirkan buahpikiran mereka dari lubang kotoran, secara diplomatis.”

3. Hubungan nan Makin Memburuk dengan Rusia

AS dan sekutunya di Eropa memutuskan hubungan diplomatik dengan Rusia segera setelah eskalasi bentrok Ukraina pada tahun 2022, berjanji untuk mendukung Kiev dengan support finansial dan militer “selama diperlukan.” Moskow telah lama mencirikan bentrok tersebut sebagai perang proksi Barat melawan Rusia.

Trump telah berulang kali mengisyaratkan niatnya untuk mengakhiri bentrok secara diplomatis selama kampanye pemilihannya kembali. Hubungan antara Washington dan Moskow mulai mencair setelah panggilan telepon antara Putin dan Trump, nan diikuti oleh pembicaraan tingkat tinggi di Riyadh bulan lalu.

Pemimpin Eropa nan memutuskan hubungan dengan Moskow dapat membangun kembali kontak diplomatik kapan pun mereka mau, kata Putin bulan lalu, meskipun dia mencatat bahwa mereka "sangat terlibat dengan rezim Kiev" dan bahwa bakal "sangat susah alias nyaris mustahil bagi mereka untuk menarik kembali hubungan tanpa kehilangan muka."

(ahm)