Sorotan Sby Soal Ketimpangan Hingga Pemimpin Dunia Dan Kekuasaan

Sedang Trending 18 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX
Jakarta -

Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbincang mengenai peradaban bumi nan kudu dihadapi setiap negara. Mulai dari ketimpangan sosial hingga sifat pemimpin nan bisa merusak bangsanya sendiri.

Hal ini diutarakan SBY dalam pidato peradaban World Disorder and The Future of Our Civilization di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Rabu (30/7/2025). Turut datang Chairman CT Corp Chairul Tanjung, Ketua Dewan Institut Peradaban Jimly Asshiddiqie hingga Ketua Umum Institut Peradaban Dipo Alam.

Tak hanya soal ketimpangan sosial maupun ekonomi, SBY juga berbincang soal bahayanya kekuasaan jika disalahgunakan. Apalagi, katanya, peperangan nan sekarang sedang gencar, bakal rawan jika pemimpin bumi ini tak menurunkan egonya.

Dalam pidatonya, SBY mengutip pernyataan sejumlah penulis hingga sejarawan di beragam bagian dunia. Perubahan iklim, perdagangan internasional, bakal menjadi tantangan para pemimpin bumi dalam mempertahankan negaranya.

Lalu, SBY juga menyoroti soal tetap banyaknya kemiskinan nan merajalela di beragam bagian dunia. Namun, di satu sisi, para miliarder berlomba-lomba ke luar angkasa di saat jutaan orang tetap merasakan kelaparan.

SBY: Negara Kuat Bisa Jatuh karena...

SBY menjelaskan sejumlah aspek suatu negara kuat bisa jatuh. Salah satunya negara nan dipimpin oleh sosok nan menempatkan diri di atas norma maupun rakyat.

"Satu abad terakhir, kita kerap menyaksikan negara kuat jatuh, seolah-olah negara kuat jatuh lantaran pemimpinnya meletakkan dirinya atas pranata hukum, di atas sistem nan adil, dan di atas kesetiaan sejati terhadap negara dan rakyatnya," kata SBY.

SBY kilas kembali dengan sejarah negara Prancis dengan pemimpin nan menempatkan diri di atas norma dan bunyi masyarakat. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu menilai kepemimpinan seperti itu menjadi contoh suatu peradaban bakal jatuh.

"Kita ingat, penguasa Prancis sebelum revolusi Prancis di 1789, banyak nan absolut. Louis XIV, Louis XVI, apalagi dikatakan semua, negara adalah saya, norma adalah saya, konstitusi adalah saya, keadilan adalah saya, bunyi rakyat adalah saya, jangan-jangan mengatakan Tuhan adalah saya. Ini nan sejarah melakukan koreksi terus-menerus dan terjadi banyak bagian bumi," katanya.

"Pandangan-pandangan ini menampakkan konfirmasi dalam kajian modern, pemikiran berjudul correct, mementingkan lima aspek utama, keruntuhan peradaban masyarakat, yaitu, mari kita ocehan baik-baik, nan membikin peradaban jatuh," tambahnya.

Lebih lanjut, menurut SBY, sebuah peradaban bisa runtuh lantaran kerusakan lingkungan hingga perdagangan internasional. SBY memandang negara bisa runtuh jika tidak pandai beradaptasi.

"Pertama, kerusakan lingkungan, perubahan iklim, permusuhan dengan pertahanan, berkurangnya dengan mitra dagang, hati-hati dalam mengelola perdagangan internasional, lantaran selalu internal nan jelek terhadap krisis. nan lain, menekankan bahwa peradaban tidak jatuh lantaran tantangan diri sendiri, tetapi lantaran kegagalan untuk belajar dan beradaptasi," katanya.

Pesan SBY soal Kekuasaan

SBY juga mengingatkan pemimpin bumi untuk menggunakan kekuasaan secara tepat. SBY memberi pesan agar kekuasaan nan dipegang oleh pemimpin bumi tidak disalahgunakan.

SBY dalam perihal ini mengutip penulis Yuval Noah Harari dalam kitab 'Homo Deus' dan '21 Lessons for the 21st Century' untuk menjelaskan perihal bahayanya kekuasaan tersebut.

"Bahwa peradaban modern mempunyai akibat baru nan belum pernah dihadapi sebelumnya. Apa itu? Hadirnya kepintaran buatan, disinformasi digital, dan ancaman seperti krisis suasana dan senjata biologis," kata SBY.

"Yuval Harari mengatakan, saya kutip, 'We are not powerful enough to destroy our entire civilization, but not wise enough to control our own powers. It is about power. How to use our power and how to control the powers'. Terjadi di seluruh bagian dunia," tambahnya.

SBY menilai analisisnya bisa menjadi peringatan untuk semua pemimpin di bumi agar tidak menyalahgunakan kekuasaan. Sebab, dalam karya ilmiah tersebut, kekuasaan bisa merusak negara itu sendiri.

"Ini tentunya mengingatkan para pemimpin dunia, baik pemimpin politik, pemimpin bisnis, mau pemimpin apa pun, jangan bermain-main dengan kekuasaan. Jangan menyalahgunakan kekuasaan. Ingat, power tends to corrupt. Absolute power tends to corrupt absolutely," kata Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.

Lebih lanjut, SBY juga menyebut, dalam kitab itu disebutkan ketahanan sebuah negara tidak bisa dinilai dari kekuatan fisik. Tetapi negara bisa memperkuat atas kepandaian dalam beradaptasi.

"Jadi, Saudara-saudara, sejarah dan pemikiran para tokoh peradaban tadi memberi kita pelajaran bahwa daya tahan peradaban bukan ditentukan oleh kejayaan alias senjata, tetapi oleh kematangan ketangguhan sosial dan kapabilitas untuk beradaptasi secara pandai dan bermoral. Mereka nan memperkuat bukanlah nan paling kuat secara fisik, tapi nan paling bisa mengelola perubahan," katanya.

SBY Minta Pemimpin Dunia Turunkan Ego

Selain itu, SBY juga berbincang soal peradaban nan sedang dihadapi bumi sekarang, salah satunya peperangan, nan menurutnya semua pemimpin bumi kudu menurunkan ego. SBY menegaskan bahwa semua bangsa tentu lebih memilih damai.

"Bangsa mana pun lebih senang tenteram dibandingkan negaranya terlibat dalam peperangan. Ini bertindak pada pemimpin mana pun di bumi sekarang ini kudu bersedia menurunkan ego, menurunkan ambisinya, ingat bangsa dan negaranya, ingat dunianya," kata SBY.

SBY menyebut langkah tersebut dia gunakan saat memimpin Indonesia. Hasilnya, kata SBY, selalu berhujung baik.

"Cara ini kami pilih baik dalam menyelesaikan bentrok antarnegara maupun resolusi bentrok di antarnegara. Alhamdulillah hasilnya baik," ujarnya.

Lebih lanjut, SBY juga berbincang soal pentingnya sebuah negara memahami sejarah. Hal itu, menurut SBY, demi menghindari kesalahan nan berulang.

"Hadirin sekalian nan saya hormati, dalam memahami arah masa depan kita tidak bisa melupakan masa lalu. Seperti kata sejarawan, jika kita tidak pernah bisa memahami masa lampau dalam perjalanan sejarah, sesaat bisa kita mengulangi kesalahan-kesalahan selamanya," katanya.

"Maka dari itu, dalam bagian ini saya membujuk kita menelusuri kembali perjalanan peradaban bumi dan Indonesia selama satu abad terakhir, abad ke-20 sampai dengan abad ke-21, sebuah abad nan penuh gejolak, inovasi, dan transisi," tambahnya.

SBY Soroti Ketimpangan

Lalu, SBY juga berbincang soal kemiskinan nan tetap melanda dunia, apalagi Indonesia. SBY menyebut 838 juta orang di bumi tetap merasakan kelaparan dan kesulitan tidur.

"Kenyataannya, kemiskinan dan ketimpangan tetap menyelimuti sebagian besar di dunia. Everyday ada 838 juta orang nan pada malam hari tidak bisa tidur, tidak bisa tidur lantaran lapar, lantaran tidak makan," kata SBY dalam pidato peradaban World Disorder and The Future of Our Civilization di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Rabu (30/7/2025).

SBY lampau menyatakan tercatat 88,3 juta orang di negara-negara ASEAN tetap tergolong miskin. Sedangkan di Indonesia ada sekitar 24 juta orang hidup dalam kemiskinan.

"Ini bukan sekadar tantangan sosial ekonomi, ini adalah krisis keadilan global. Di satu sisi kita lihat miliarder berlomba-lomba pergi ke luar angkasa, di sisi lain jutaan manusia tetap berjuang untuk bisa makan sehari-hari, makan 2-3 kali," ujarnya.

"Jika ketimpangan ini dibiarkan, bakal memicu stabilitas sosial, ekstremisme, apalagi bentrok antarkelas," tambahnya.

Lebih lanjut, SBY juga menyarankan agar negara mengatur perekonomiannya dengan baik dan adil.

"Tapi, jika kita main nan baik melalui ekonomi nan inklusif, pajak nan lebih adil, pendidikan dan akses digital nan merata, maka kita bisa mengubahnya menjadi kekuatan baru," katanya.

(azh/azh)